Kekerasan Seksual di Lingkungan Kerja
Tempat Kerja | 19 Apr 2022 | By Yehezkiel Faoma Taslim
Kekerasan Seksual di Lingkungan Kerja

Summary. Disahkannya UU TPKS menjadi kabar baik untuk semua masyarakat Indonesia. Hal ini dilakukan untuk melindungi korban kekerasan seksual, dan memastikan mereka mendapatkan perlakuan yang layak di mata hukum tanpa perlu menghadapi stigma masyarakat yang lekat saat mereka menjadi korban. Artikel ini berisi tentang apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan kerja.

Expectations. Setelah membaca artikel ini, Anda akan mengetahui langkah-langkah yang bisa diambil saat terjadinya kekerasan seksual di lingkungan kerja.

 

Disahkannya UU TPKS  (Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) merupakan kabar baik untuk semua masyarakat Indonesia. Keputusan pemerintah untuk mengesahkan RUU TPKS yang telah dituntut oleh masyarakat selama lebih dari 10 tahun bisa menjadi langkah awal untuk melindungi korban kekerasan dan pelecehan seksual. Kekerasan dan pelecehan seksual bisa terjadi kapan saja, dan di mana saja. Dan sayangnya, semua orang bisa menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual; tanpa melihat latar belakang SARA, umur, disabilitas, orientasi seksual, dan identitas gender seseorang.

Terdapat 9 tindak pidana kekerasan seksual berdasarkan UU TPKS, antara lain; pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Kemudian, 10 poin yang harus dipahami dengan sahnya UU TPKS ini, yaitu;

  1. Semua perilaku pelecehan seksual termasuk kekerasan seksual.

  2. Memberikan perlindungan kepada korban.

  3. Memberikan denda dan pidana terhadap pemaksaan hubungan seksual.

  4. Pidana penjara atau denda untuk tindak pemaksaan perkawinan.

  5. Pidana tambahan untuk pelaku kekerasan seksual.

  6. Ancaman pidana dan denda untuk korporasi yang melakukan TPKS.

  7. Keterangan saksi dan/atau korban dan satu alat bukti cukup untuk menentukan terdakwa.

  8. Korban memiliki hak untuk mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.

  9. Korban berhak atas pendampingan.

  10. Tidak bisa menggunakan restorative justice.

Perbedaan Kekerasan Seksual dan Pelecehan Seksual

Gerakan yang sudah ada di luar negeri untuk membantu korban dalam menghadapi peristiwa kekerasan seksual.

Sebelum membahas perbedaan antara kekerasan seksual dan pelecehan seksual, alangkah baiknya jika Anda mengetahui perbedaan definisi dari kedua istilah tersebut. Menurut WHO (World Health Organization), kekerasan seksual adalah tindakan seksual; percobaan untuk melakukan tindakan seksual; atau tindakan yang digunakan untuk menyerang seseorang secara seksual dengan pemaksaan; oleh siapa pun tanpa melihat hubungan orang tersebut dengan korban, dan dalam situasi apa pun.

Setelah melakukan pemantauan selama 15 tahun (1998-2013), Komnas Perempuan Indonesia menyebutkan bahwa terdapat 15 bentuk kekerasan seksual yang terjadi di ruang publik dan sosial, yaitu;

  1. Perkosaan;

  2. Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan;

  3. Pelecehan Seksual;

  4. Eksploitasi Seksual;

  5. Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual;

  6. Prostitusi Paksa;

  7. Perbudakan Seksual;

  8. Pemaksaan Perkawinan, termasuk Cerai Gantung;

  9. Pemaksaan Kehamilan;

  10. Pemaksaan Aborsi;

  11. Pemaksaan Kontrasepsi dan Sterilisasi;

  12. Penyiksaan Seksual;

  13. Penghukuman Tidak Manusiawi dan Bernuansa Seksual;

  14. Praktik Tradisi Bernuansa Seksual yang Membahayakan atau Mendiskriminasi Perempuan;

  15. Kontrol Seksual, termasuk Lewat Aturan Diskriminatif Beralasan Moralitas dan Agama.

Kekerasan Seksual di Lingkungan Kerja

Setelah mengetahui bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di ruang publik dan sosial, maka perlu diingat bahwa hal ini juga bisa terjadi di lingkungan kerja, termasuk di kantor Anda sendiri. Maka dari itu, sebagai HR, Anda perlu menciptakan lingkungan yang kondusif dan aman untuk setiap orang agar keamanan bisa tercipta dengan baik.

Sayangnya, tidak ada lingkungan kerja yang kebal terhadap kekerasan seksual. 

Masih ada kemungkinan bahwa hal ini bisa terjadi di mana dan kapan saja, termasuk oleh karyawan Anda sendiri. Lalu, apa yang harus Anda lakukan saat kekerasan seksual terjadi di lingkungan kerja Anda?

Membuat Peraturan yang Kuat

Perusahaan harus meninjau kembali regulasi yang mencegah kekerasan seksual di lingkungan kerja. Melakukan pemberitahuan sesering mungkin tentang peraturan-peraturan yang ada setiap kali perusahaan membuat peraturan baru, sehingga para karyawan memiliki landasan atas bagaimana harus bersikap di lingkungan kerja. Hal ini dilakukan demi lingkungan kerja yang aman, sehat, dan bebas dari kekerasan seksual. Lakukan hal ini bukan hanya saat pelatihan tahunan atau saat onboarding karyawan baru, tetapi, saat rapat tahunan yang dihadiri semua pihak perusahaan. Anda bisa juga melakukan hal ini dalam tim-tim yang lebih kecil, seperti, per divisi.

Langkah ini bisa Anda lakukan dengan melakukan komunikasi sejelas mungkin. Buat setiap karyawan yang ada di perusahaan mengerti tentang konsekuensi jika ada yang berani melanggar peraturan yang telah dibuat. Lalu, jangan segan untuk mengambil langkah tegas saat ada yang melakukan kekerasan seksual di lingkungan kerja Anda; tanpa melihat status, jabatan, atau posisi pelaku di perusahaan.

Pastikan Semua Pihak Mengerti tentang Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual tidak selalu berkaitan dengan fisik, namun, kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku bisa berupa dalam bentuk verbal, mental, maupun finansial. Hal-hal seperti membuat komentar berbau seksual, memperlihatkan dan mempertunjukkan hal-hal yang tidak senonoh, candaan dengan mengancam suatu pihak dengan melakukan tindakan seksual tanpa persetujuan kedua pihak, juga merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual.

Pastikan setiap karyawan di perusahaan Anda mengerti tentang bentuk-bentuk kekerasan seksual yang bisa terjadi, meskipun terlihat seperti tidak terjadi apapun. Hal ini termasuk dengan mengedukasi para atasan, manager, dan juga karyawan tentang hal-hal di atas. Perlakuan-perlakuan berbau seksual (tanpa persetujuan kedua belah pihak) di atas bukan hanya tindak pidana. Hal-hal ini bisa mengakibatkan pada terganggunya hubungan profesional yang telah dibangun di perusahaan, dan juga bisa berujung pada toxic workplace culture.

Para atasan, HR, manajer, dan/atau supervisor tidak bisa memantau gerak-gerik masing-masing tiap karyawan 24/7. Karyawan pun harus berturut serta untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan bebas dari kekerasan seksual. Komunikasikan agar karyawan paham bahwa melaporkan tindak kekerasan merupakan tanggung jawab setiap orang. Dengan begitu, tindakan kekerasan seksual yang terjadi bisa memiliki kesempatan lebih besar untuk dilaporkan dan ditindaklanjuti. Perlu dipahami bahwa setiap karyawan memiliki andil yang besar untuk membantu mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan kerja, tanpa melihat status atau jabatan karyawan tersebut.

Membuat Pelatihan dengan Pendekatan Positif

Gunakan bahasa bernada “positif” saat Anda melakukan pelatihan pencegahan kekerasan seksual. Banyak pelatihan dengan fokus pencegahan (anger management, penyalahgunaan wewenang) menggunakan kalimat-kalimat yang sarat akan larangan-larangan dan perintah.

Penggunaan kalimat-kalimat larangan dan perintah di saat yang bersamaan dapat menimbulkan kesan menuduh, sehingga sulit mendorong partisipasi karyawan dalam mencegah kekerasan seksual di lingkungan kerja. Sebagai gantinya, melakukan pendekatan secara positif bisa menjadi langkah yang lebih baik dalam menyampaikan pesan kepada seluruh karyawan untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan suportif.

Menggunakan kalimat bernada positif juga bisa menciptakan kesan bahwa perusahaan mempercayai karyawan dalam melakukan hal yang benar. Ikut sertakan semua karyawan untuk menjadi bagian dalam melakukan pencegahan dan membangun budaya perusahaan yang baik.

Mengambil Langkah Tegas saat Kekerasan Seksual Terjadi

Saat Anda memilih untuk diam saja saat terjadinya kekerasan seksual, bisa dibilang Anda juga turut andil dalam melestarikan kebiasaan yang menormalisasikan kekerasan seksual.

Saat karyawan berpikir bahwa perusahaan tidak bisa mengambil langkah tegas saat kekerasan seksual terjadi, maka karyawan pun akan merasa bahwa membuat laporan tentang hal yang terjadi akan menjadi percuma. Maka dari itu, perlu diingat bagi perusahaan untuk langsung menindaklanjuti kekerasan yang terjadi, secara menyeluruh dan objektif. Berikan konsekuensi yang setimpal, agar hal ini menimbulkan efek jera, dan juga sebagai contoh untuk karyawan lain jika ada yang berani melanggar.

Menciptakan Tempat yang Aman untuk Korban (dan Whistleblower)

Pastikan bahwa privasi korban kekerasan seksual tetap aman, sehingga korban tidak perlu lagi mengalami hal-hal lain, seperti, victim-blaming. Selain korban, saksi yang melaporkan hal ini juga memiliki hak yang sama untuk dilindungi. Terdapat beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk melindungi korban dan whistleblower, antara lain; ciptakan lingkungan kerja yang mendorong karyawan untuk speak-up, membuat peraturan yang mengurus perihal laporan tindak kekerasan, beritahukan bahwa setiap karyawan memiliki hak untuk melaporkan tindak kekerasan yang mereka alami atau saksikan, mempekerjakan auditor khusus untuk masalah laporan tindak kekerasan.

Rejoice to All Indonesian Wo(men)

 

Semua orang pantas dan memiliki hak untuk diperlakukan secara terhormat, adil, dan profesional. Tugas untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan kondusif sudah menjadi kewajiban setiap karyawan yang ada di perusahaan. Lalu, saat terjadi kekerasan seksual di lingkungan kerja, pastikan bahwa keamanan korban dan/atau saksi aman. Sehingga, korban dan/atau saksi bisa melakukan pekerjaan dan menjalani hidup mereka dengan aman.