5 Cara untuk Perusahaan Mencegah Burnout Karyawan
Tempat Kerja | 28 Oct 2021 | By Yehezkiel Faoma Taslim
5 Cara untuk Perusahaan Mencegah Burnout Karyawan

Summary. 77% karyawan pernah mengalami burnout. Apa yang bisa dilakukan perusahaan untuk mengatasi hal ini? Berikan akhir pekan dan hari libur yang sebenarnya agar karyawan dapat beristirahat. Perluas program dan manfaat kesehatan, terutama kesehatan mental. Memberikan tujuan dan jalur karier yang jelas kepada karyawan. Menciptakan budaya pengakuan dan apresiasi agar karyawan merasa dihargai. Serta menerapkan keseimbangan antara kerja dan kehidupan lain di luar pekerjaan.

Expectations. Setelah membaca artikel ini, Anda akan mengetahui 5 kebijakan yang dapat diterapkan di perusahaan untuk mencegah karyawan mengalami burnout.



Pekerjaan tidak jarang membuat karyawan merasa sangat lelah dan kehabisan energi. Dampaknya, karyawan akan mengalami stres. Stres yang berlebihan dan berkepanjangan dapat membuat mereka mengalami burnout.

Tidak ada perusahaan yang ingin membuat karyawannya burnout. Namun, menurut penelitian baru, upaya perusahaan untuk mencegah stres berkepanjangan karyawannya ternyata tidak berhasil. 

Burnout adalah keadaan kelelahan emosional, fisik, dan mental yang disebabkan oleh stres yang berlebihan dan berkepanjangan. 

Hal ini terjadi ketika karyawan merasa kewalahan, terkuras secara emosional, dan tidak mampu memenuhi tuntutan terus-menerus. Saat stres berlanjut, minat dan motivasi untuk melakukan peran tertentu juga berangsur-angsur menghilang.

Burnout membuat membuat karyawan mengalami hal-hal berikut.

  • Berkurangnya produktivitas
  • Energi sangat terkuras
  • Merasa tidak berdaya 
  • Putus asa
  • Sinis
  • Kesal

Pada akhirnya, karyawan Anda mungkin merasa tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan.

Menurut Fisher dalam Harvard Business Review, berdasarkan survei Deloitte kepada 1.000 karyawan tetap di Amerika Serikat, ditemukan bahwa:


77% karyawan pernah mengalami burnout dan lebih dari setengahnya mengalaminya lebih dari sekali.


Burnout dan stres di tempat kerja harus dibayar mahal. Menurut Blanding dalam Harvard Business School Working Knowledge, burnout di tempat kerja menyebabkan pengeluaran ekstra sekitar $125 hingga $190 miliar dolar per tahun untuk biaya perawatan kesehatan.

Mencegah burnout karyawan akan menurunkan pengeluaran perusahaan, meningkatkan produktivitas, dan yang terpenting, membantu karyawan agar bisa bekerja dengan optimal. Jadi, apa yang bisa perusahaan lakukan?


1. Hindari Memberikan Pekerjaan pada Hari Libur


Gambar seorang pria sedang memangku laptop saat suasana natal digunakan dalam artikel ini sebagai representasi apabila terus bekerja bahkan pada saat libur bisa berujung burnout


Burnout terjadi ketika orang tidak diberi cukup waktu untuk beristirahat dan fokus pada aspek kehidupan lainnya selain bekerja. Masih dalam survei Deloitte, sekitar 43% mengatakan mereka menggunakan semua hari libur untuk bekerja.

Banyak karyawan yang masih memeriksa email atau menerima panggilan telepon, alih-alih berhenti sejenak dari pekerjaannya. Alasan terbesar mereka melakukan ini adalah merasa khawatir akan muncul masalah jika jauh dari pekerjaannya sehingga tidak dapat memenuhi tenggat waktu dan harapan manajer.

Inilah mengapa sangat penting bagi para pemimpin untuk menciptakan lingkungan yang memudahkan karyawannya mengambil cuti, serta membuat hari libur benar-benar terbebas dari pekerjaan.

Ada beberapa perusahaan yang melarang karyawan menjawab email saat mengambil cuti. Perusahaan mobil Jerman, Daimler, menjadi contoh yang baik saat meluncurkan program “Mail on Holiday” yang secara otomatis menghapus email masuk karyawan saat berlibur sehingga mereka dapat sepenuhnya terlepas dari beban kerja.


2. Meningkatkan Program Kesehatan


Gambar sekumpulan orang sedang yoga digunakan dalam artikel ini sebagai representasi agar perusahaan dapat meningkatkan program kesehatan, salah satunya menyediakan yoga dan meditasi seperti perusahaan Aetna


Hingga kini, rata-rata perusahaan memberikan program cuti keluarga, program bantuan karyawan, dan tunjangan kesehatan.

Kita semua sudah tidak asing dengan tunjangan kesehatan. Namun, tunjangan tersebut hanya mengacu pada kesehatan fisik. Bagaimana dengan kesehatan mental? Dewasa kini, banyak yang sudah menyadari bahwa kesehatan mental juga penting dan harus diperhatikan.

Maka dari itu, perusahaan harus mulai memperhatikan kesehatan mental dan memperlakukannya setara dengan kesehatan fisik untuk mencegah karyawan mengalami burnout.

Sebagai contoh, Aetna menyediakan kelas yoga dan meditasi gratis, memiliki tempat fitness, pilihan makanan bergizi, dan insentif keuangan untuk hidup sehat kepada 50.000 karyawannya.

Hal tersebut diinisiasi oleh CEO Mark Bertolini yang pernah berjuang melawan stres, sehingga ia bisa memberikan fasilitas kepada karyawannya untuk bisa mencegah datangnya stres berlebihan yang menyebabkan burnout.

Dalam liputan CBS Mornings, program ini berhasil menurunkan tingkat stres, meningkatkan kualitas tidur, dan mengurangi rasa sakit akibat bekerja pada para karyawan. Aetna menjadi tempat bekerja yang membuat karyawannya jauh lebih bahagia dan produktif.


3. Memberikan Kesempatan Berkembang


Gambar sekumpulan orang yang sedang bekerja dengan semangat sebagai representasi salah satu cara mencegah burnout adalah memberikan kesempatan untuk berkembang


Menurut Wilkie dalam SHRM, kurangnya kesempatan untuk maju dan berkembang menjadi salah satu penyebab burnout di tempat kerja.

Dalam kemajuan teknologi yang pesat, membantu karyawan mendapatkan keterampilan baru dapat membantu mereka beradaptasi dengan pasar yang dinamis serta membantu mengembangkan peluang kemajuan mereka di dalam maupun di luar perusahaan.

Mendorong karyawan untuk melihat situasi stres sebagai tantangan, bukan ancaman, dapat membantu mereka bangkit untuk kesempatan itu.

Dengan menetapkan tujuan yang jelas bersama karyawan, Anda sebagai pemimpin HR tidak hanya memastikan karyawan mengetahui apa yang diharapkan, tetapi juga dapat meningkatkan keterlibatan karyawan. 

Memiliki tujuan dan ikut dilibatkan dapat membantu karyawan mengurangi stres dan mencegah burnout yang disebabkan oleh ketidakpastian tujuan, jalur karier, dan kesempatan untuk berkembang.


4. Ciptakan Budaya Apresiatif


Gambar menunjukkan orang sedang memberikan apresiasi sebagai representasi dari budaya apresiatif di perusahaan.


Kurangnya dukungan atau apresiasi dari pemimpin juga menjadi pemicu burnout karyawan. Hal ini dapat diperbaiki dengan mendorong orang agar sekadar mengucapkan “terima kasih” ketika ada laporan, rekan kerja, bahkan bos yang melakukan pekerjaan dengan baik.

Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan dengan budaya apresiatif menghasilkan kinerja yang lebih baik. Saat merasa diakui dan diapresiasi, banyak karyawan merasa lebih bisa mengatasi tuntutan yang mereka hadapi dengan lebih baik.

Perusahaan juga dapat mengucapkan “terima kasih” dengan cara yang lebih besar, seperti Deloitte U.S yang mengumumkan libur panjang untuk semua karyawan saat akhir tahun.


5. Mempromosikan Work-life Balance


Gambar laptop, gelas berisi teh/kopi, buku, dan tanaman sebagai representasi untuk praktik work-life balance.


Istilah work-life balance ramai dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini di antaranya disebabkan oleh kehadiran milenial yang mendominasi di dunia kerja. Dengan generasi pekerja milenial yang akan mengambil 75% dari angkatan kerja pada tahun 2025, banyak pimpinan yang mulai berpikir untuk mendefinisikan kembali dan menerapkan work-life balance.

Adapun praktik work-life balance yang bisa diterapkan di dalam perusahaan adalah sebagai berikut.

  • Pulang lebih awal sebelum liburan panjang untuk menghargai waktu bersama keluarga 
  • Tawarkan penjadwalan yang fleksibel untuk mengakomodasi jadwal individu
  • Jelaskan sejak proses perekrutan tentang tuntutan peran, sehingga karyawan mengetahui dan mempersiapkan beban kerjanya

Tidak hanya karyawan, Anda sebagai pemimpin HR juga harus menjaga keseimbangan antara kerja dan kehidupan yang sehat untuk mempromosikannya di perusahaan. Ini berarti pimpinan juga harus memastikan bahwa mereka menyediakan waktu untuk berolahraga, keluarga, dan merawat diri.

Karyawan juga merasa lebih nyaman melakukan hal yang sama apabila melihat manajer atau pemimpin senior mereka memprioritaskan komitmen pribadi daripada pekerjaan.

Dengan menerapkan work-life balance, karyawan akan lebih mampu mengatur kadar stresnya sehingga tidak mengalami burnout. 


Ciptakan Budaya Anti-burnout di Perusahaan


Stres tidak dapat dihindari baik di tempat kerja maupun dalam kehidupan. Namun, hal ini tidak seharusnya dibiarkan meluas dan berujung merugikan.

Perusahaan Anda dapat dan harus memainkan peran yang lebih aktif dalam mencegah burnout karyawan. Budaya perusahaan yang peduli pada kesehatan mental karyawan akan meminimalisasi potensi burnout sehingga membuat semua pekerjaan dapat berjalan dengan optimal. 

Kenali budaya perusahaan Anda dengan teknologi asesmen psychometric terkini di Dreamtalent. Dengan mengenali budaya yang tepat untuk perusahaan, Anda bisa mulai untuk menciptakan budaya anti-burnout dan membangun lingkungan yang sehat bagi talent Anda.