The Future of Work in 2023
“Another year, another challenge”, begitulah kira-kira realita yang harus dihadapi perusahaan setiap tahunnya.
Namun, pernahkah Anda berpikir mengapa perusahaan masih kesulitan untuk berkembang?
Jawabannya ternyata tidak hanya persoalan bisnis perusahaan, namun bisa jadi karena masalah yang ada pada sumber daya manusia.
Manusia menjadi penggerak esensial transformasi bisnis di tengah situasi dunia yang tidak pasti. Oleh sebab itu, perkembangan sumber daya manusia menjadi fokus tersendiri bagi perusahaan atau dikenal dengan istilah ‘tren HR’.
Belajar dari pandemi, 2023 adalah tahun bangkit untuk kembali optimis dengan munculnya berbagai tren baru dari sistem kerja hybrid, warna baru Gen Z di dunia kerja, hingga employee wellbeing menjadi kunci kesuksesan perusahaan.
Tujuan dari panduan tren HR ini adalah untuk membantu perusahaan agar siap dalam menghadapi pertumbuhan industri serta menciptakan work environment yang positif, suportif, dan progresif.
Setelah membaca panduan ini, Anda dapat mengetahui gambaran tren dunia kerja sehingga bisa menjadi modal memperbaiki company work culture, meningkatkan employee retention, serta memperkuat kapabilitas dan eksistensi di mata industri.
Trends 1: Gen Z Entering Workplace
1. Gen Z Vs Millennials, Siapa yang Akan Dominan di Dunia Kerja?
2. Rekrut Gen Z: Harus Fleksibel dan Ada Teknologi Modern?
3. 5 Hal yang HR Harus Tahu Tentang Gen Z di Kantor
4. 4 Keuntungan Adanya Gen Z di Kantor
Trends 2: Hybrid, Remote, New Flexible Working Styles
5. Gen Z Lebih Suka WFH? Gini Cara Kelola Karyawan Remote
6. Jenuh WFH? Berikut Tips Meningkatkan Produktivitas Karyawan
7. Tren Hybrid Working: Karyawan Nyaman, Perusahaan Tenang
Trends 3: Healthy Workplace & Employee Wellbeing
8. 5 Ide Bonding Karyawan, HR Wajib Tahu!
9. Mental Health Karyawan, Emang Penting?
10. Work Life Balance: Pusat Perkembangan Perusahaan
11. 5 Cara untuk Perusahaan Mencegah Burnout Karyawan
Trends 4: Most Common HR Challenges 2023
12. 6 Strategi HR Atasi Konflik Antar Karyawan
13. Karyawan Quiet Quitting? Ini 4 Cara Menghindarinya
14. Karyawan Resign Mendadak? Begini Cara Menghadapinya
15. Karyawan Lembur Tak Dibayar: Apa Konsekuensi Perusahaan?
Trends 5: Upskilling & Employee Experience
16. Investasi $6,5 Triliun? Ini Pentingnya Upskilling Karyawan
17. Employee Experience: Rekrutmen, Promosi, & Pensiun
1. Gen Z Vs Millennials, Siapa Yang Akan Dominan Di Dunia Kerja?
Millennials atau Gen Y, generasi bagi mereka yang lahir dari tahun 1981 hingga tahun 1996. Mereka adalah generasi pertama yang lahir pada era informasi digital.
Sedangkan generasi Z adalah generasi dengan tahun kelahiran mulai dari tahun 1997 hingga tahun 2012. Sama seperti millennial yang lahir pada era informasi digital, namun Gen Z dipercaya lebih dapat menggunakan perubahan teknologi. Bahkan teknologi menjadi “nafas” bagi Gen Z.
Gen Z dan Millenials adalah pilar-pilar perkembangan dunia saat ini. Keduanya merupakan generasi yang tumbuh seiring dengan perkembangan dunia, khususnya perkembangan teknologi. Karena itu generasi millennial dan juga generasi Z tumbuh menjadi digital native.
Millennials and Gen Z, Emang Sama?
Selain memiliki perbedaan periode tahun lahir, sebenarnya kedua generasi ini sulit untuk dibedakan. Karakteristik dari kedua generasi ini juga sulit untuk dipahami, karena kedua generasi sering dikaitkan dengan stereotip yang sama, yang menyebabkan dengan adanya kesalahpahaman.
Namun, apa yang membedakan antara Millennials dan Gen Z?
Perbedaan yang paling mencolok yang dimiliki oleh kedua generasi ini adalah perbedaan nilai, prinsip, tujuan, dan juga prioritas.
Secara umum, generasi millennial dinilai memiliki keunggulan karena merupakan generasi pertama sebagai “digital pioneer” atau generasi digital pertama.
Millennials lebih suka mencari tantangan baru dan tumbuh dalam budaya dimana kesetiaan lebih penting. Mereka lebih menyukai pekerjaan dengan deskripsi pekerjaan yang jelas dan memiliki beban kerja yang masuk akal.
Walaupun millennials dinilai mempunyai kelebihan “khusus”, tetapi berdasarkan Menurut penelitian yang dilakukan oleh Robert Half menunjukkan bahwa:
“83% senior manager berencana untuk merekrut dan mempekerjakan para fresh graduate yang mayoritas merupakan bagian dari Gen Z.”
Dalam dunia kerja, tentunya perbedaan-perbedaan tersebut harus menjadi pertimbangan bagi HR untuk mempersiapkan strategi perekrutan karyawan.
Baca artikel selengkapnya di sini.
Perbedaan Millennials Dan Gen Z
1. Millennials Suka Berkolaborasi, Gen Z Pribadi Yang Mandiri
Millennials memiliki sifat kolaboratif, berorientasi pada tim, dan ingin bekerja bersama di ruang kantor terbuka. Millennials berorientasi pada tim dan ingin bekerja di lingkungan yang mengutamakan partisipasi.
Di sisi lain, Gen Z seringkali lebih suka bekerja secara mandiri.
“45% lebih memilih bekerja di ruang pribadi daripada ruang kerja bersama.”
Generasi Z adalah generasi yang tidak mau bergantung pada orang lain untuk pekerjaannya.
2. Millennials Mengejar Banyak Job Roles, Gen Z Mengejar Career Paths
Millennial juga dikenal sebagai “job-hopping generation” karena mereka adalah generasi yang sering berganti pekerjaan. Sebaliknya dilansir dari TechnologyAdvice, Gen Z akan bertahan di perusahaan selama lebih dari 10 tahun jika organisasi tersebut selaras dengan nilai-nilai mereka.
3. Millennials Lebih Idealis, Gen Z Lebih Pragmatis
Millennials merupakan pribadi yang lebih idealis, dimana millennials akan mempertahankan nilai-nilai, kepercayaan, dan prinsip mereka dengan teguh. Sedangkan Gen Z bersikap lebih pragmatis. Gen Z akan mengalkulasi berbagai hal sebelum mengambil keputusan serta lebih memperhatikan kepraktisan.
2. Rekrut Gen Z: Harus Fleksibel dan Ada Teknologi Modern?
Seorang content creator TikTok lagi buat konten tentang keinginan Gen Z saat kerja nanti. Ada yang jawab “aku sih jam kerja fleksibel ya”, ada juga yang jawab “teknologi modern pasti”, dan ada juga yang jawab “fasilitas sih yang normal aja, yang penting gajinya gede”.
Gen Z memang akan jadi “genset” perusahaan kedepannya. Maka dari itu Anda sebagai HR perlu tahu apa yang sebenarnya Gen Z mau saat bekerja di perusahaan Anda.
Dengan populasi Gen Z yang terbesar di Indonesia, pastinya beberapa tahun kedepan sebuah perusahaan akan didominasi oleh para Gen Z.
Maka itu perlu sekali bagi Anda yang seorang HR dalam menyiapkan strategi baru demi menarik minat Gen Z untuk bekerja di perusahaan Anda.
Baca artikel selengkapnya di sini.
Gen Z Banyak Maunya, Emang Iya?
1. Jam Kerja Fleksibel
Bukan karena bisa bersantai sambil kerja, tapi jam kerja fleksibel ini diinginkan oleh Gen Z karena masalah produktivitas. Karena banyak dari karyawan Anda dan tidak hanya Gen Z yang lebih produktif di malam hari.
2. Keamanan Lingkungan Kerja
Mudahnya sebuah hal untuk viral mungkin menjadi alasan mengapa keamanan menjadi faktor yang penting bagi Gen Z. Keamanan ini juga termasuk kepada keterbukaan perusahaan atas aduan karyawannya dan bagaimana perusahaan akan menindakinya.
3. Work-Life Balance
Bagi Gen Z, work-life balance ini bukan hanya sekedar keseimbangan antara kehidupan kerja dengan kehidupan pribadi. Bagi Gen Z, work-life balance ini adalah tentang kesehatan mental ketika mereka bekerja nanti.
Sebuah perusahaan yang peduli dengan kesehatan mental karyawannya menjadi pilihan utama para Gen Z. Salah satu cara perusahaan untuk meningkatkan kepeduliannya kepada kesehatan mental karyawan adalah dengan menerapkan work-life balance.
4. Teknologi Modern
Harapan Gen Z berikutnya adalah tersedianya fasilitas teknologi modern terbaru untuk melakukan tugas yang berbeda. Memudahkan pekerjaan karyawan dengan teknologi terbaru tidak hanya memenuhi harapan Gen Z. Tapi, hal ini berdampak positif bagi perusahaan, karena hasil juga meningkat.
5. Lingkungan Yang Kompetitif
Mungkin hal ini mengejutkan Anda, tapi pada dasarnya Gen Z memang generasi yang sangat kompetitif. Karena itu, Gen Z sangat menginginkan umpan balik atas semua yang sudah dilakukan. Jiwa kompetitif ini muncul karena Gen Z merasa jika kompetitif akan mendorong mereka untuk lebih baik lagi.
6. Budaya Kerja Yang Terbuka
Keterbukaan dalam lingkungan kerja juga menjadi hal yang diinginkan oleh karyawan Gen Z. Gen Z menghargai orang yang apa adanya dan memberikan validasi kepada mereka. Budaya kerja yang transparan mendorong kinerja terbaik.
3. 5 Hal yang HR Harus Tahu tentang Gen Z di Kantor
Suatu hari, sebuah perusahaan menerima lamaran baru dari seorang talent yang termasuk ke dalam Gen Z. Talent ini punya track record yang menarik, dengan pengalaman-pengalaman yang memenuhi CV dan resume mereka terlepas dari fakta bahwa mereka baru saja kelar wisuda satu bulan lalu.
Sudah banyak mengikuti magang disana sini, mengejar freelance, aktif dalam ratusan organisasi, dan turut andil dalam kegiatan volunteering. Namun, kala talent ini mendapatkan tempatnya di perusahaan tersebut, ternyata performanya tidak seperti apa yang tertulis di CV mereka.
Entah apa yang terjadi, performa talent ini menurun setelah satu bulan bekerja di perusahaan itu, dan tidak lama kemudian, HR menerima notice period yang mengindikasikan bahwa talent ini menginginkan kemungkinan resign.
Baca artikel lengkapnya di sini.
Kutu Loncat atau Oportunis?
Gen Z adalah generasi terbaru yang jejaknya tidak lama akan segera membuntuti millenial dalam dunia kerja. Salah satu karakteristik pertama yang dapat ditelaah dari Gen Z adalah bahwa mereka adalah sosok yang oportunis.
“Gen Z bukan generasi kutu loncat, namun oportunis yang selalu mencari kesempatan lebih.”
Gen Z selalu melihat ke depan apabila mereka melihat prospek kerja yang lebih baik dari apa yang mereka miliki sebelumnya. Terlepas dari julukan job-hoppers atau yang bisa diartikan dengan kutu loncat, Gen Z bisa dibilang lebih realistis dibandingkan milenial.
Si Paling Kompetitif
Gen Z nggak jauh-jauh dari sikap kompetitif. Secara langsung, generasi ini lebih banyak suka bekerja individu dan mengejar kemenangan untuk diri mereka sendiri. Apakah berarti Gen Z bukan generasi yang baik untuk bekerja di dalam tim?
Jangan salah sangka, sikap kompetitif ini juga dapat berubah menjadi sikap kolaboratif. Bahkan, Gen Z cenderung lebih kolaboratif dibandingkan millennial akibat lingkungan mereka yang sangat menekankan prioritas problem-solving dibandingkan lingkungan millennial.
Outspoken dan Konfrontatif
Gen Z cenderung memiliki sifat yang konfrontatif kepada kritik dan saran. Namun, disaat yang sama, mereka juga generasi yang lebih terbuka dengan segala jenis masukan.
Khususnya ketika generasi ini banyak berkembang di dunia yang cenderung terdigitalisasi, mereka justru menemukan kekurangan dari menyampaikan opini secara digital, dan lebih menyukai konfrontasi eye-to-eye. HR dapat memanfaatkan karakteristik ini sebagai pihak yang observant terhadap detail-detail kecil yang dapat merugikan perusahaan.
Individualis
Gen Z memang cenderung memiliki sifat individualis, dikarenakan mereka yang terbiasa dibesarkan dengan lingkungan kerja yang digital dan jarang menghadapi teamwork satu sama lain.
Namun, Gen Z punya potensi untuk menjadi sosok yang ambisius dan percaya diri, bahkan dapat menjadi dorongan yang baik untuk perusahaan yang menginginkan kinerja fast-pace.
Bergantung Pada Teknologi
Generasi ini adalah generasi yang paling melek teknologi dan terbiasa mengerjakan pekerjaan sehari-hari mereka dengan bantuan teknologi digital. Karenanya, teknologi bukan lagi hal yang perlu ditakutkan bagi generasi ini. Sekalipun perusahaan mengenalkan teknologi baru kepada Gen Z, mereka akan lebih cepat belajar dibandingkan generasi lama, dikarenakan sudah cukup familiar dengan dunia teknologi.
4. 4 Keuntungan Adanya Gen Z di Kantor
Pergantian generasi dari milenial menuju Gen Z menjadi awal bahwa lingkungan kerja akan segera dipenuhi oleh kandidat generasi mereka. Bahkan, perusahaan sudah mulai mempersiapkan diri mereka untuk membuat kantornya lebih ‘Gen Z friendly’ dengan memberikan fasilitas-fasilitas yang sekiranya cocok dan up to date.
Dengan kontribusi yang sudah diberikan oleh kantor, maka Gen Z juga memiliki peran yang cukup krusial di dalam lingkungan kerja. Bahkan, rata-rata generasi ini punya skill yang secara tidak langsung bisa jadi keuntungan bagi kantor yang memilih untuk hiring candidate. Berikut simak 4 keuntungan utama memiliki Gen Z di perusahaan saat ini.
Baca artikel selengkapnya di sini.
Menciptakan Lingkungan Tech-Savvy
Gen Z adalah generasi yang terkenal tech-savvy. Sejak awal, mereka sudah terbiasa dibesarkan dengan lingkungan yang membiasakan mereka untuk bekerja secara digital, khususnya dengan kondisi WFH, banyak dari mereka yang lebih andil dibandingkan generasi-generasi sebelumnya yang belum terbiasa dengan teknologi cepat.
Anti Generasi ‘Gantung’
Gen Z adalah generasi yang individualis. Namun, bukan berarti sifat individualis ini adalah bottleneck untuk perusahaan atau membuat mereka menjadi generasi dengan nilai teamwork yang buruk.
Dari perspektif lain, sifat individualis ini bisa jadi peranan yang bagus untuk kantor yang menginginkan pekerjaan fast-paced. Karena mereka terbiasa mengerjakan tugas secara sendirian, maka banyak pekerjaan yang bisa diselesaikan lebih cepat tanpa harus terlalu lama bergantung dengan orang lain.
Siap dengan Ide Fresh dan Inovatif
Salah satu sifat utama Gen Z adalah mereka selalu punya hal baru yang bisa dibawa ke meja perundingan atau diskusi. Ini dikarenakan mereka termasuk pemuda yang cukup up-to-date dibandingkan dengan generasi lain.
Terpaparnya mereka dengan dunia digital hampir setiap hari membuat mereka mau tidak mau menerima arus informasi yang cepat. Karenanya, mereka selalu punya banyak ide baru dan fresh untuk dikembangkan.
Authentic Environment Matters
“Gen Z in your workplace = Aiming for authenticity.”
Artinya, generasi ini menyukai kantor yang transparan, otentik, dan tidak banyak sugar coating di dalam kinerjanya. Mereka termasuk generasi yang menyukai sifat-sifat terbuka (openness) dan cenderung konfrontatif, seorang whistleblower yang siap menunjuk kesalahan-kesalahan kecil demi memperbaiki kekurangan.
Setelah membaca bagian pertama dari artikel ini, apa yang Anda ketahui mengenai Gen Z pasti akan bermanfaat untuk proses rekrutmen perusahaan Anda. Namun, tidak semua Gen Z memiliki tuntutan atau karakteristik yang sama.
Maka dari itu, sebelum Anda melakukan rekrutmen untuk perusahaan Anda, ada baiknya jika karyawan Anda terlebih dahulu melakukan tes psikometri seperti yang tersedia di Dreamtalent.
Dengan mengetahui kepribadian dan karakter setiap kandidat, Anda akan lebih mudah dalam menentukan kandidat mana yang memiliki potensi, skill, dan motivasi yang sesuai dengan apa yang perusahaan Anda butuhkan.
5. Gen Z Lebih Suka WFH? Gini Cara Kelola Karyawan Remote
Sejak pandemi yang terjadi pada awal 2020, dunia kerja dipaksa untuk memanfaatkan teknologi demi berlangsungnya kegiatan mereka.
Kesulitan dalam situasi kerja yang baru ini pastinya selalu ada dan harus dihadapi oleh semua karyawan. Untungnya, perkembangan teknologi yang terjadi beberapa tahun belakangan ini membuat semuanya lebih mudah bagi kegiatan perkantoran dan manusia pun terus beradaptasi mengikuti perkembangan tersebut.
Baca artikel selengkapnya di sini.
5 Cara Mengelola Karyawan Yang Bekerja Secara Remote
1. Menentukan Ketentuan Yang Jelas
Penentuan dan memberi ketentuan yang jelas dan lengkap kepada karyawan sangat berpengaruh kepada sistem kerja karyawan dan juga perusahaan. Salah satu ketentuan yang harus ditetapkan pada saat WFH adalah penentuan jam kerja. Dengan jam kerja yang jelas, hal ini dapat membantu meningkatkan produktivitas karyawan.
2. Memanfaatkan dan Memberikan Dukungan Teknologi
Pemanfaatan teknologi pada saat Work From Home adalah hal yang sudah pasti dilakukan oleh semua karyawan. Namun, lebih baik lagi jika karyawan diberikan dukungan dan akses kepada teknologi. Menggunakan teknologi untuk membantu kelancaran proses kerja, seperti kalender kerja online, project management tools, menggunakan tools untuk fun brainstorm, dan lain-lain.
3. Memperkuat Komunikasi Antar Tim
Kesulitan bonding yang dialami oleh seluruh karyawan memiliki peran dalam keberlangsungan kerja mereka. Minimnya bonding antar tim dan antar karyawan dapat menghalangi produktivitas, motivasi, dan juga kekompakan.
Maka dari itu pastikan perusahaan untuk melakukan pertemuan online, ataupun forum dialog karyawan. Pada saat yang bersamaan juga, perusahaan dapat mengetahui kondisi WFH yang dihadapi oleh karyawan.
4. Meningkatkan Kepedulian Terhadap Karyawan
Dengan berlakunya WFH, karyawan lebih rentan untuk merasa kesepian hingga merasa cemas. Perusahaan dapat mendengarkan keluhan-keluhan karyawan dan memberikan dukungan emosional dan juga materiil. Tanpa disadari, dukungan emosional sangat membantu mental health para karyawan yang bekerja secara remote.
5. Melakukan Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap yang paling penting dalam sebuah proses. Perusahaan harus melakukan evaluasi untuk memastikan bahwa semua karyawan bekerja sesuai peraturan dan juga hasil yang diberikan sesuai dengan ketentuan. Evaluasi juga dapat menjadi waktu yang tepat untuk mendengar masukan dari para karyawan.
6. Jenuh WFH? Berikut Tips Meningkatkan Produktivitas Karyawan
Work from home (WFH), kerja remote, dan work from anywhere saat ini sedang naik daun di dunia perkantoran. Walaupun masih banyak yang lebih memilih untuk kerja secara langsung di kantor, tapi kerja dari rumah atau kerja jarak jauh ini sekarang menjadi pilihan para karyawan.
Tidak perlu mengeluarkan ongkos ke kantor, tidak perlu menggunakan seragam setiap hari, dan dapat bekerja dengan leluasa menjadi alasan mengapa kerja jarak jauh ini menjadi pilihan para karyawan.
Baca artikel selengkapnya di sini.
5 Tips Meningkatkan Produktivitas Karyawan
1. Menetapkan Tujuan Harian
Menetapkan tujuan harian atau target pencapaian pekerjaan harian dapat membantu kita untuk fokus kepada pekerjaan yang perlu dilakukan. Penerapan waktu ini juga dapat dilakukan untuk memulai dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal, alhasil karyawan Anda tidak lagi kejar-kejaran dengan deadline atau bahkan mengumpulkan pekerjaan mereka lewat dari tenggat waktu.
2. Menentukan Ruang Kerja Yang Tepat
Penentuan ruang kerja juga menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh karyawan pada saat WFH. Memiliki satu ruang khusus yang didesain semenarik mungkin adalah satu cara untuk meningkatkan produktivitas demi menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
3. Memastikan Karyawan Hadir
Walaupun bekerja jarak jauh, bukan berarti karyawan Anda dapat bekerja sambil jalan-jalan. Pastikan karyawan ada di rumah atau di tempat yang tenang untuk bekerja. Perusahaan mungkin dapat melacak kinerja dan kehadiran karyawan tersebut dengan sistem live attendance. Tentu saja, tools ini memudahkan untuk mengelola kehadiran dan ketidakhadiran karyawan.
4. Tentukan Platform Komunikasi
WFH pasti membutuhkan jaringan internet serta platform untuk melakukan video conference yang mumpuni. Platform komunikasi ini juga dapat berupa aplikasi atau platform lainnya yang dapat membantu lancarnya proses bekerja.
5. Berkontribusi Saat Rapat
Bekerja dari rumah bukan berarti karyawan Anda menjadi pendengar pasif saat menghadiri rapat virtual rutin. Tetapi saat menghadiri setiap rapat, karyawan dapat memberikan umpan balik dan menerima umpan balik. Partisipasi sosial seperti brainstorming merupakan salah satu cara untuk tetap produktif dan menjaga kesehatan mental karyawan.
7. Hybrid Working: Karyawan Nyaman, Perusahaan Tenang
Bayangkan Anda berada di situasi dimana karyawan Anda meminta perusahaan untuk lebih fleksibel. Atau karyawan andalan Anda mengajukan resign karena ia ingin merintis bisnis sambilannya. Jelas Anda pasti kebingungan dengan langkah apa yang harus Anda ambil.
Jawabannya adalah Hybrid Working.
Kenapa solusinya hybrid working? Karena, selain memberikan fleksibilitas dan kebebasan kepada karyawan, tanpa Anda sadari hybrid working ini juga memberikan dampak positif kepada perusahaan Anda loh.
Work From Home (WFH) Dan Hybrid Working, Apa Bedanya?
Bedanya terlihat dari operasional perusahaan Anda berjalan. Work From Home, berarti semua karyawan perusahaan Anda akan bekerja di rumah masing-masing. Sedangkan Hybrid Working, hanya sebagian karyawan yang hadir di kantor dan sebagian lagi kerja dari rumah.
Lebih jelasnya, dilansir dari BBC menjelaskan bahwa Hybrid Working juga terdiri dari kebebasan karyawan mengenai di mana mereka harus bekerja. Karyawan boleh menyesuaikan di mana mereka ingin bekerja sesuai dengan peraturan yang perusahaan Anda tetapkan.
Baca artikel selengkapnya di sini.
Anda Tertarik? Ini Kelebihan Hybrid Working
1. Meningkatkan Kinerja Karyawan
Peningkatan kinerja yang dimaksudkan adalah peningkatan produktivitas, pengetahuan, keterampilan, dan juga kualitas kerja karyawan Anda.
“Metode kerja hybrid telah mampu meningkatkan kualitas kerja karyawan hingga 56,4%. Produktivitas karyawan naik 53,4%.”
- Databoks
2. Kesempatan Karyawan Untuk Upskilling
Sebanyak 91% recruiter dan 81% karyawan percaya bahwa upskilling adalah hal yang penting bagi keberlangsungan kerja mereka. Selain meningkatkan produktivitas, upskilling membantu karyawan untuk mempersiapkan diri mereka akan datangnya deretan skill yang dibutuhkan di tahun yang akan datang.
3. Mengurangi Pengeluaran Operasional
Dengan jumlah karyawan yang lebih sedikit di kantor, berarti perusahaan hanya membutuhkan ruangan kerja yang lebih kecil dari biasanya. Selain ruangan, hybrid working juga mengurangi pengeluaran biaya alat-alat dan listrik. Selain itu, hybrid working juga mengurangi biaya untuk bahan bakar dan transportasi.
4. Work-Life Balance
Dengan kerja yang lebih fleksibel, hybrid working dapat membantu karyawan Anda untuk membentuk work-life balance. Dimana hybrid working memberikan ruang dan waktu bagi karyawan Anda untuk menghabiskan waktu secara rata untuk kehidupan profesional dan sekaligus kehidupan personal.
Bekerja dari jarak jauh memang sekarang menjadi salah satu opsi sarana bekerja bagi banyak perusahaan. Tapi salah satu faktor yang sangat harus menjadi pertimbangan Anda adalah produktivitas karyawan.
Tentu produktivitas karyawan dapat ditingkatkan oleh beberapa cara seperti poin-poin yang ada dalam bagian kedua artikel ini. Namun, produktivitas karyawan tidak hanya ditentukan melalui pengelolaan karyawan yang baik. Tapi produktivitas juga memiliki hubungan yang erat dengan kepribadian karyawan Anda sendiri.
Keaktifan serta keproduktifitasan karyawan Anda dapat dilihat melalui hasil tes psikometri yang tersedia di Dreamtalent. Dengan hasil yang jelas, Anda tidak perlu khawatir secara berlebihan lagi mengenai kinerja dan produktivitas karyawan Anda saat bekerja dari jarak jauh.
8. 5 Ide Bonding Karyawan, HR Wajib Tahu!
Mungkin Anda pernah mengalami saat weekly atau monthly meeting acara bonding kantor yang terasa “krik-krik” padahal sudah memakai ice breaking. Tentu hal ini sering dialami oleh beberapa perusahaan, apa lagi di situasi kerja remote yang mengharuskan meeting secara online.
Di tengah situasi karyawan yang sedang penat, lelah, atau tegang karena pekerjaan, sering kali membuat mereka terdiam dan cenderung pasif.
Acara bonding menjadi salah satu tren HR untuk menjaga dan mengelola hubungan antar karyawan maupun atasan.
Bonding karyawan merupakan aktivitas perusahaan untuk menciptakan ikatan emosional karyawan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja.
Lantas, Mengapa Bonding Karyawan Penting?
Esensi dari bonding karyawan tentu tidak hanya sekedar meluangkan waktu bersama. Melainkan intensitas dan kedekatan interaksi yang terjalin di seluruh anggota perusahaan.
Menurut penelitian BetterUp Labs, 43% dari karyawan tidak merasa saling terkoneksi dengan karyawan lainnya.
Hal ini sebagian dipengaruhi oleh rasa ketidakpercayaan terhadap rekan kerja. Krisis hubungan dan kepercayaan ini berpotensi menyebabkan stress pekerjaan, burnout, kurangnya kerja sama tim, hingga kesejahteraan karyawan.
Oleh sebab itu, perusahaan perlu membangun bonding karyawan dengan harapan bisa menumbuhkan kepercayaan. Melalui aktivitas bonding yang menyenangkan, karyawan dapat mengenal satu sama lain lebih dekat.
Baca artikel selengkapnya di sini.
5 Ide Bonding Karyawan
1. Happy Hour: Coffee Chat or Team Time
Happy Hour dimaknai sebagai periode waktu yang menyenangkan. Anda dapat mengkreasikan program Happy Hour di kantor dengan coffee chat atau tea time (perbincangan ringan sembari minum kopi atau teh) sebelum memulai pekerjaan atau di waktu istirahat.
2. Meeting Di Luar Kantor
Meeting identik sebagai pertemuan yang dilakukan di kantor untuk membahas sesuatu hal yang penting bagi perusahaan. Agar karyawan tidak merasa bosan, ada baiknya Anda membangun suasana meeting menjadi lebih santai seperti mengadakannya di luar kantor.
3. Celebrate Special Moment
Merayakan momen spesial menjadi salah satu cara untuk membentuk bonding yang kuat antar karyawan. Merayakan momen spesial memiliki makna sebagai pengukir momen baru bersama. Momen spesial ini bisa jadi perayaan ulang tahun karyawan, hari raya, anniversary kantor, atau bahkan promosi jabatan.
4. Bentuk Klub Mabar (Main Bareng)
Main bareng atau lebih sering dikenal dengan istilah mabar adalah ide menarik untuk memperkuat bonding karyawan. Program klub mabar menjadi wadah perkumpulan para karyawan yang memiliki ketertarikan atau hobi yang sama.
5. Holiday Fun
Holiday merupakan momen yang ditunggu-tunggu oleh para karyawan. Mengisi momen liburan bersama tim perusahaan akan meningkatkan hubungan pertemanan sekaligus menghilangkan stress pekerjaan.
9. Mental Health Karyawan, Emang Penting?
“If health is the essence of your brand, it all starts with taking the health of your workforce very seriously.”
Marnix Eikeenboom (CEO, Danone)
Mental health menjadi elemen esensial dalam menumbuhkan lingkungan kerja yang positif serta kesejahteraan karyawan. Oleh sebab itu, tidak diherankan lagi jika mental health menjadi concern tersendiri bagi perusahaan bahkan menjadi HR trends sampai saat ini.
Apa Itu Mental Health?
Menurut WHO, kesehatan mental adalah kondisi dari kesejahteraan yang disadari oleh individu, yang didalamnya terdapat kemampuan seseorang untuk mengelola stres kehidupan yang wajar.
Seseorang dapat dikatakan memiliki kesehatan mental yang baik jika kondisi batin mereka berada dalam keadaan yang tenang.
Dalam kondisi ups, karyawan akan merasakan bahwa pekerjaannya ini memberikan kesenangan, kepuasan, dan bahkan membuat seseorang itu merasa layak dan pantas untuk berada di tempat tersebut.
Sebaliknya ketika mereka berada di kondisi downs, mereka akan merasa jenuh, tertekan, dan juga lelah secara fisik maupun secara emosi.
Seberapa Penting Mental Health Di Kantor?
Anda sebagai HR pasti pernah mendengar keluhan karyawan Anda yang mungkin mengatakan bahwa mereka lelah ataupun stres dengan pekerjaan mereka. Kebanyakan perusahaan biasanya akan menganggap hal tersebut adalah hal yang biasa.
Namun, Anda tidak boleh menganggap remeh hal ini. Tanpa disadari, mental health karyawan akan mempengaruhi produktivitas dan juga perkembangan perusahaan.
Baca artikel selengkapnya di sini.
4 Cara Mendukung Mental Health Di Kantor
1. Memberikan Benefit
Ketika perusahaan memberikan dukungan bagi mental health karyawan, memberikan benefit merupakan salah satu bentuknya. Dengan memberikan benefit atau tunjangan yang berhubungan dengan kesehatan mental ini dapat membuat karyawan merasa bahwa perusahaan peduli dengan mereka.
2. Mengadakan Kegiatan Yang Mendukung Mental Health
Anda dapat memulai dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat membantu karyawan Anda untuk menghilangkan tekanan kerja. Anda dapat melakukan kegiatan-kegiatan seperti melakukan gathering, olahraga rutin bersama, dan juga melakukan mentoring.
3. Mengelola Stres Di Tempat Kerja
Pengelolaan stres di tempat kerja dapat Anda lakukan dengan memberikan dan memastikan bahwa pekerjaan yang diberikan sesuai dengan kompetensi karyawan, memberikan apresiasi, dan melakukan pertemuan secara rutin untuk mendengarkan keluhan karyawan.
4. Meningkatkan Kesadaran Mental Health
Meningkatkan kesadaran adalah langkah aman yang Anda dapat lakukan untuk mendukung mental health karyawan. Anda dapat melakukan sesi dengan menyediakan sumber daya untuk membantu karyawan dalam memahami pentingnya mental health.
10. Work Life Balance: Pusat Perkembangan Perusahaan
Anda mungkin sering melihat perusahaan dengan tingkat kepuasan dan retention rates karyawan yang tinggi, tetapi bagaimana mereka sampai ke tingkat itu?
Work life balance adalah salah satu jawabannya. Work life balance menjadi strategi perusahaan dalam merespon adanya tren dan pentingnya mental health karyawan di dunia kerja.
Apa itu work life balance?
Menurut Forbes, work life balance adalah salah satu komponen terpenting dari lingkungan kerja yang sehat. Publikasi lebih lanjut menjelaskan work life balance sebagai hal yang penting untuk mengurangi stres, dan mencegah kelelahan di tempat kerja.
Clutterbuck juga mendefinisikan work life balance sebagai keadaan keseimbangan di mana tuntutan kehidupan pribadi, profesional, dan keluarga adalah setara. Selain itu, work life balance terdiri dari pengaturan kerja fleksibel yang memungkinkan karyawan untuk melaksanakan program, dan praktik kehidupan lainnya.
Mengapa Work Life Balance Penting?
Salah satu alasan untuk fokus pada work life balance adalah kebahagiaan, produktivitas, dan keterlibatan.
Kenyataannya, setiap manusia membutuhkan waktu di luar pekerjaan untuk berpartisipasi dalam kehidupannya, seperti keluarga, kegiatan masyarakat, dan memelihara persahabatan.
“Mengabaikan work life balance akan mengurangi produktivitas.”
Baik employee maupun employer membutuhkan pendekatan yang fleksibel untuk keseimbangan kehidupan kerja, karena mencapai work life balance yang baik sangat penting. Ketika pekerja bahagia dan merasa seimbang, mereka akan lebih produktif, tidak mudah sakit, dan lebih mungkin untuk bertahan dalam pekerjaan mereka.
Cara Menerapkan Work Life Balance di Perusahaan
1. Memberikan waktu kerja yang fleksibel
Menurut State of Remote Work 2021 Owl Labs mengungkapkan bahwa hanya 29% karyawan yang ingin berada di kantor dengan waktu penuh, dan 1 dari 4 responden akan berhenti dari pekerjaan mereka jika tidak dapat lagi bekerja dari jarak jauh setelah pandemi.
2. Memberikan rasa percaya terhadap karyawan
Penelitian dari Claremont Graduate University menunjukkan bahwa karyawan yang merasa dipercaya oleh atasan akan merasa lebih bahagia, tidak mudah stres, lebih produktif, loyal, dan kolaboratif.
3. Membuat pedoman dan akuntabilitas
Anda harus menetapkan harapan yang jelas seputar hasil kerja apa yang diharapkan dari karyawan. Jika Anda menawarkan jam kerja yang fleksibel kepada karyawan, ekspektasi yang jelas akan membantu karyawan merencanakan bagaimana menyelesaikan segala sesuatu sesuai jadwal mereka.
Baca artikel selengkapnya di sini.
11. 5 Cara untuk Perusahaan Mencegah Burnout Karyawan
Pekerjaan tidak jarang membuat karyawan merasa sangat lelah dan kehabisan energi. Dampaknya, karyawan akan mengalami stres. Stres yang berlebihan dan berkepanjangan dapat membuat mereka mengalami burnout.
Tidak ada perusahaan yang ingin membuat karyawannya burnout. Namun, menurut penelitian baru, upaya perusahaan untuk mencegah stres berkepanjangan karyawannya ternyata tidak berhasil.
Burnout adalah keadaan kelelahan emosional, fisik, dan mental yang disebabkan oleh stres yang berlebihan dan berkepanjangan.
Menurut Fisher dalam Harvard Business Review, berdasarkan survei Deloitte kepada 1.000 karyawan tetap di Amerika Serikat, ditemukan bahwa:
“77% karyawan pernah mengalami burnout dan lebih dari setengahnya mengalaminya lebih dari sekali.”
Burnout dan stres di tempat kerja harus dibayar mahal. Menurut Blanding dalam Harvard Business School Working Knowledge, burnout di tempat kerja menyebabkan pengeluaran ekstra sekitar $125 hingga $190 miliar dolar per tahun untuk biaya perawatan kesehatan.
Mencegah burnout karyawan akan menurunkan pengeluaran perusahaan, meningkatkan produktivitas, dan yang terpenting, membantu karyawan agar bisa bekerja dengan optimal. Jadi, apa yang bisa perusahaan lakukan?
1. Hindari Memberikan Pekerjaan pada Hari Libur
Burnout terjadi ketika orang tidak diberi cukup waktu untuk beristirahat dan fokus pada aspek kehidupan lainnya selain bekerja. Masih dalam survei Deloitte, sekitar 43% mengatakan mereka menggunakan semua hari libur untuk bekerja.
2. Meningkatkan Program Kesehatan
Kita semua sudah tidak asing dengan tunjangan kesehatan. Namun, tunjangan tersebut hanya mengacu pada kesehatan fisik. Bagaimana dengan kesehatan mental? Dewasa kini, banyak yang sudah menyadari bahwa kesehatan mental juga penting dan harus diperhatikan.
Maka dari itu, perusahaan harus mulai memperhatikan kesehatan mental dan memperlakukannya setara dengan kesehatan fisik untuk mencegah karyawan mengalami burnout.
3. Memberikan Kesempatan Berkembang
Menurut Wilkie dalam SHRM, kurangnya kesempatan untuk maju dan berkembang menjadi salah satu penyebab burnout di tempat kerja.
Dalam kemajuan teknologi yang pesat, membantu karyawan mendapatkan keterampilan baru dapat membantu mereka beradaptasi dengan pasar yang dinamis serta membantu mengembangkan peluang kemajuan mereka di dalam maupun di luar perusahaan.
4. Ciptakan Budaya Apresiatif
Kurangnya dukungan atau apresiasi dari pemimpin juga menjadi pemicu burnout karyawan. Hal ini dapat diperbaiki dengan mendorong orang agar sekadar mengucapkan “terima kasih” ketika ada laporan, rekan kerja, bahkan bos yang melakukan pekerjaan dengan baik.
Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan dengan budaya apresiatif menghasilkan kinerja yang lebih baik. Saat merasa diakui dan diapresiasi, banyak karyawan merasa lebih bisa mengatasi tuntutan yang mereka hadapi dengan lebih baik.
5. Mempromosikan Work-life Balance
Istilah work-life balance ramai dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini di antaranya disebabkan oleh kehadiran milenial yang mendominasi di dunia kerja. Dengan generasi pekerja milenial yang akan mengambil 75% dari angkatan kerja pada tahun 2025, banyak pimpinan yang mulai berpikir untuk mendefinisikan kembali dan menerapkan work-life balance.
Adapun praktik work-life balance yang bisa diterapkan di dalam perusahaan adalah sebagai berikut.
-
Pulang lebih awal sebelum liburan panjang untuk menghargai waktu bersama keluarga.
-
Tawarkan penjadwalan yang fleksibel untuk mengakomodasi jadwal individu.
-
Jelaskan sejak proses perekrutan tentang tuntutan peran, sehingga karyawan mengetahui dan mempersiapkan beban kerjanya.
Dengan menerapkan work-life balance, karyawan akan lebih mampu mengatur kadar stresnya sehingga tidak mengalami burnout.
Baca artikel selengkapnya di sini.
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa employee wellbeing and mental health menjadi aspek esensial bagi perusahaan. Resep kebahagiaan dan kesejahteraan karyawan agar tetap terjaga adalah adanya genuine expression dari setiap individu untuk saling terbuka, menunjukkan respect, dan keinginan mencapai tujuan bersama perusahaan.
Hal ini berarti bahwa setiap karyawan memiliki visi, misi, dan personality yang senada dengan perusahaan. Dengan kata lain, budaya kerja karyawan sesuai dengan budaya kerja perusahaan.
Tentu menemukan karyawan yang sesuai dengan budaya perusahaan tidaklah mudah. Namun hal ini menjadi mudah dengan bantuan tes psikometri seperti yang ada di Dreamtalent, membantu perusahaan untuk menemukan kandidat potensial sesuai kebutuhan baik secara job fit maupun culture fit.
12. 6 Strategi HR Atasi Konflik Antar Karyawan
Simak cerita berikut ini:
Bunga adalah salah satu karyawan dari departemen sales di sebuah perusahaan. Sebagai karyawan tertua di timnya, ia ingin membuktikan kualitas dirinya yang lebih dari rekan-rekan kerja lainnya.
Bunga dikenal sebagai karyawan yang ambisius untuk mendapatkan promosi jabatan. Namun, banyak rekan tim sales mengeluh dengan sikap Bunga yang semena-mena, tidak mau diajak kerja sama, dan gemar merebut klien milik rekan lain.
Saat dihadapkan banyak keluhan, Bunga merasa bahwa dirinya hanya memberikan effort yang terbaik untuk tim. Manajer departemen sales berpikir bahwa ia akan sulit objektif untuk mengatasi masalah ini, sebab Bunga adalah salah satu rekan kerja lamanya dahulu. Oleh sebab itu, manajer mengutus tim HR untuk memberikan solusi atas konflik tersebut.
The Things HR Should Ask Themselves:
Jika dihadapkan dengan masalah serupa, terdapat beberapa hal yang perlu HR perhatikan, yakni:
-
Apa peran HR dalam menangani konflik karyawan perusahaan?
-
Apa akar dari konflik karyawan tersebut?
-
Apakah konflik tersebut berdampak pada budaya dan lingkungan kerja perusahaan?
-
Strategi Apa yang tepat untuk mengatasi konflik?
Pada dasarnya, HR memiliki peran sebagai mediator yang objektif. HR diharapkan dapat bertindak secara netral dalam menengahi pertikaian yang terjadi di antara para karyawan. Tentu untuk bersikap netral, HR harus lebih teliti dalam menginvestigasi pokok permasalahan dari sebuah konflik.
Dampak Konflik Karyawan
Konflik antar karyawan yang berkepanjangan tentu akan berdampak pada
penurunan produktivitas karyawan, mengganggu sistem kerja, serta memperburuk suasana atau lingkungan kerja.
Jika karyawan merasa stress akibat konflik yang tidak terselesaikan, maka mereka berpotensi untuk berhenti dari pekerjaan tersebut. Tentu hal ini akan mempengaruhi kenaikan angka turnover perusahaan. Tidak hanya itu, konflik karyawan juga dapat memperburuk budaya kerja perusahaan.
“Menurut American Management Association (AMA), manajer telah menghabiskan setidaknya 24% dari waktu mereka untuk menyelesaikan konflik karyawan.”
Hal ini menandakan bahwa konflik karyawan tidak hanya mempengaruhi produktivitas karyawan itu sendiri, namun juga pimpinan perusahaan. Tidak jarang para manajer meminta bantuan kepada tim HR selaku pengelola sumber daya manusia sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik. Lantas, apa penyebab konflik karyawan terjadi di perusahaan?
Baca artikel selengkapnya di sini.
5 Strategi HR Atasi Konflik Antar Karyawan
1. Memahami Akar Permasalahan: Hear Everyone Out
Untuk mengetahui akar permasalahan, HR wajib mendengarkan kedua belah pihak. Misalnya seperti kasus Bunga dan tim sales, HR dapat mengajukan pertanyaan terkait asal mula konflik terjadi, bagaimana setiap tim melihat permasalah ini dan sejauh mana hal tersebut berdampak pada proses kerja.
2. Meninjau Kembali Kebijakan: Keep Being Neutral
Setelah mengetahui akar permasalahan, HR dapat meninjau kembali kebijakan perusahaan terkait konflik yang terjadi. Kebijakan perusahaan ini akan membantu HR untuk tetap objektif dan netral dalam menilai keterlibatan karyawan dalam suatu konflik.
Kebijakan tersebut biasanya termuat dalam conflict management guidelines yang berisi aturan perusahaan, sanksi pelanggaran, hingga resolusi konflik.
3. Membantu Mencari Solusi: You’re An Advocate
Sering kali karyawan yang terlibat konflik mendatangi HR untuk mencari solusi praktis. Namun, hal itu belum tentu bisa menyelesaikan dalam jangka panjang.
“A successful resolution happens when the employees in conflict come up with their own solutions.”
- Sherry Martin
Karyawan yang terlibat harus mampu memahami esensi masalah dan solusinya sendiri. HR menjadi seorang advokat dan fasilitator yang membantu karyawan dalam menemukan solusi kreatif berdasarkan kebutuhan dan kondisi mereka. Proses mencari solusi menjadi proses pembentukan mindset karyawan terhadap suatu masalah.
4. Mendorong Rekonsiliasi: Encourage Effective Communication
Setelah setiap pihak memiliki ide solusi atas permasalahan, HR dapat mendorong karyawan untuk melakukan rekonsiliasi. Dalam artian, HR memberikan waktu kepada mereka untuk berdiskusi, mengutarakan pendapat, dan memaparkan solusi hingga didapatkan sebuah kesepakatan.
5. Mengambil Pelajaran: Reframe The Conflict
Apabila karyawan yang terlibat konflik telah melakukan rekonsiliasi dan sepakat untuk berdamai, Anda dapat membantu mereka untuk mengambil hikmah atau pelajaran dari permasalahan ini.
Anda mendorong karyawan untuk melihat suatu masalah dari perspektif berbeda dan bagaimana memaknai setiap proses resolusi. Hal ini bertujuan agar karyawan dapat mengantisipasi kemungkinan permasalahan di masa depan.
13. Karyawan Quiet Quitting? Ini 4 Cara Menghindarinya
Selain konflik antar karyawan, fenomena quiet quitting karyawan juga menjadi PR tersendiri bagi HR dan perusahaan.
Ketika perusahaan memiliki mimpi yang besar di masa depan sehingga harus go to the extra mile (memberikan usaha lebih), namun ternyata karyawan hanya bekerja seminim mungkin. Mimpi tersebut bisa jadi hanya akan menjadi angan.
Quiet Quitting: It’s Hard To Go Above and Beyond
Mengutip dari Forbes, quiet quitting adalah kondisi dimana karyawan memberikan upaya minimal mereka untuk menyelesaikan pekerjaan. quiet quitting menjadi istilah tren dunia kerja di media sosial yang menggambarkan penolakan terhadap budaya hustle culture (bekerja melebihi tanggung jawabnya).
Secara sekilas, memang fenomena quiet quitting tidak terlihat begitu problematik. Karyawan masih tetap mengerjakan tugas sesuai job desk dan porsinya. Namun, quiet quitting bisa jadi salah satu pertanda permasalahan yang serius.
“Quiet Quitting berdampak lebih buruk dibanding karyawan resign (Forbes, 2022).”
Menurut Anthony Klontz, para leaders merasa bahwa membuat karyawan untuk berhenti melakukan quiet quitting adalah hal yang lebih sulit daripada kehilangan karyawan itu sendiri. Hal ini disebabkan karena mereka enggan bekerja secara lebih sehingga membebani karyawan lain yang memiliki visi yang sama dengan perusahaan yaitu go above and beyond.
Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh The Society for Human Resource Management, menemukan fakta bahwa 51% HR professional merasa khawatir terhadap fenomena quiet quitting. Sebab fenomena quiet quitting akan berdampak pada moralitas karyawan di tempat kerja dan menurunkan kualitas hasil kerja serta produktivitas karyawan.
Mengapa Karyawan Memilih Quiet Quitting?
Terdapat beberapa alasan mengapa karyawan memilih untuk melakukan quiet quitting, diantaranya yaitu:
-
Agar terhindar dari rasa stress dan burnout akibat pekerjaan.
-
Kurangnya keterlibatan dengan perusahaan yang disebabkan oleh ekspektasi kerja yang tidak jelas.
-
Tidak ada kesempatan dalam mengembangkan karier di perusahaan.
-
Merasa tidak diperhatikan oleh perusahaan.
-
Tidak memiliki visi dan tujuan yang sama dengan perusahaan.
Baca artikel selengkapnya di sini.
4 Tips Menghindari Quiet Quitting Karyawan
1. Lakukan Deep Talk Antara Karyawan dan Perusahaan
Membangun komunikasi adalah kunci untuk memperkuat hubungan antara karyawan dan perusahaan. Baik HR, atasan, manajer, ataupun pimpinan perusahaan dapat melakukan diskusi bersama karyawan secara mendalam atau dapat disebut dengan istilah deep talk.
2. Ciptakan A Sense of Purpose
Salah satu penyebab karyawan melakukan quiet quitting adalah tidak adanya tujuan dan motivasi lain dalam bekerja selain mendapatkan gaji. Oleh sebab itu, mereka hanya akan bekerja sesuai dengan tanggung jawab mereka.
Perusahaan harus dapat menciptakan dan menumbuhkan sense of purpose dalam diri seorang karyawan. Sense of purpose yang akan mendorong rasa semangat karyawan dalam bekerja.
Perusahaan dapat mengadakan program pembekalan karyawan atau upskilling yang identik dengan keahlian mereka untuk meningkatkan kompetensi, program bonding karyawan agar memperluas networking, aktivitas corporate social responsibility, dan lain sebagainya.
3. Bangun Leadership dan Opportunities
Memberi kepercayaan dan peluang untuk memimpin suatu proyek atau pekerjaan menjadi hal krusial dalam meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini menandakan bahwa perusahaan mendukung karier karyawan agar berkembang.
Ketika perusahaan menjadi support system, tentu karyawan akan termotivasi untuk mengejar karier dan tujuan mereka. Selain itu, karyawan akan cenderung memiliki produktivitas dan kepuasan kerja yang tinggi.
4. Beri Pengakuan dan Reward atas Pencapaian Positif
Setiap karyawan pasti menginginkan pekerjaannya dihargai. Perusahaan dapat menunjukkan apresiasi kepada karyawan dengan memberikan pengakuan dan reward atas pencapaian mereka.
Apresiasi tidak melulu tentang bonus gaji, namun juga dapat berupa ucapan dan perayaan tulus yang menunjukkan bahwa hasil kerja karyawan memiliki makna penting bagi perusahaan. Selain itu, reward dan apresiasi akan mendorong karyawan untuk lebih meningkatkan semangat dan kinerja mereka.
14. Karyawan Resign Mendadak? Begini Cara Menghadapinya
Saat Anda bersiap berkemas untuk pulang di hari yang semakin petang, salah seorang karyawan mengetuk pintu dan meminta waktu untuk meeting secara personal.
Ternyata secara tiba-tiba dia mengajukan resign. Tentu Anda terkejut dan berpikir tentang banyak hal. Apa alasan dia resign kerja mendadak? Bagaimana Anda menghadapinya? Bagaimana Anda memastikan timnya tidak akan terbebani jika dia berhenti?
Tentu sebagai HR, Anda merasa overwhelmed untuk menghadapi persoalan karyawan yang memutuskan resign secara mendadak. Sekalipun pada perusahaan besar dengan manajemen yang baik, Anda tetap memerlukan tindakan yang tepat untuk memproses pengunduran diri karyawan.
Di sisi lain, pada dasarnya setiap perusahaan pasti memiliki ketentuan resign yang telah ditetapkan untuk karyawan. Namun, masih banyak karyawan yang masih mengajukan resign secara mendadak.
Ada Apa Dengan Karyawan?
Terdapat beberapa alasan mengapa karyawan mengajukan resign kerja secara mendadak seperti adanya konflik antar karyawan ataupun dengan atasan yang selama ini ditutup-tutupi. Konflik yang tidak terselesaikan akhirnya membuat lingkungan kerja tidak nyaman sehingga memutuskan untuk berhenti bekerja.
Alasan lainnya adalah ketika karyawan mendapatkan tawaran yang lebih bagus di perusahaan lain baik dari segi gaji, workload, hingga jenjang karier. Walaupun merasa tidak ada masalah dari pekerjaan sebelumnya, tentu karyawan akan mempertimbangkan benefit yang lebih baik.
Selain itu, alasan karyawan resign mendadak bisa jadi karena penurunan performa perusahaan, tidak adanya apresiasi kerja, jenjang karier yang tidak berkembang, adanya perubahan kebijakan yang tidak sesuai, dan lain sebagainya. Lalu, dari keputusan karyawan resign mendadak tersebut apakah akan berdampak negatif pada perusahaan?
Is It Okay For The Company?
Karyawan resign mendadak atau secara tiba-tiba tentu memiliki dampak negatif terhadap perusahaan diantaranya yaitu:
-
Pekerjaan menjadi berantakan.
-
Beban karyawan atau tim lain semakin bertambah.
-
Progres bisnis klien bersama karyawan terkait bisa terhambat.
-
Sulitnya menemukan karyawan pengganti.
Selain itu, jika banyak karyawan yang resign mendadak akan berkontribusi dalam meningkatkan turnover rate perusahaan. Hal ini menandakan bahwa strategi employee retention perusahaan tidak berjalan maksimal.
Lantas, dengan meninjau dampak negatifnya terhadap perusahaan, apakah sebenarnya karyawan resign mendadak diperbolehkan?
Resign Kerja Mendadak Menurut Undang-Undang
Berdasarkan Pasal 162 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menjelaskan bahwa kebijakan pengunduran diri yang harus diajukan oleh karyawan setidaknya paling lambat 30 hari sebelum tanggal resign. Kebijakan tersebut dikenal dengan istilah one month notice.
Walau demikian, jika karyawan melakukan resign tanpa one month notice, UU Ketenagakerjaan tidak memberikan sanksi keterangan secara spesifik. Namun, perusahaan dapat melibatkan kebijakan kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Baca artikel selengkapnya di sini.
Cara Menghadapi Karyawan Resign Mendadak
1. Keep Calm: Pahami Situasi Karyawan dan Perusahaan
Employee retention tentu penting bagi HR sebagai salah satu faktor kesuksesan kinerja perusahaan. Walau begitu, sebagai penjembatan antara karyawan dan perusahaan, tentu HR harus dapat memahami situasi dan kondisi keduanya.
2. Take Care of Legal Requirements: Patuhi Kesepakatan
Jadikan kebijakan perusahaan yang telah disepakati bersama sebagai pedoman pengambilan keputusan. Misalnya jika perusahaan menerapkan one month notice, maka beri pengertian kepada karyawan untuk bisa bekerja sama demi keberlangsungan kedua belah pihak yaitu perusahaan dan karyawan sendiri. Namun jika hal tersebut tidak bisa dipenuhi, maka terapkan sanksi atau konsekuensi berdasarkan aturan yang telah disepakati.
3. Start Replacement: Bangun Komunikasi Ke Semua Lini
Walaupun perusahaan Anda telah menerapkan one month notice dalam pengunduran diri karyawan, namun Anda tetap harus segera memproses replacement karyawan. Caranya adalah membangun komunikasi baik dari karyawan yang akan resign, anggota tim, serta manajer terkait. Hal ini berkaitan erat dengan kriteria dan kebutuhan tim hingga proses handover pekerjaan.
15. Karyawan Lembur Tak Dibayar: Apa Konsekuensi Perusahaan?
Salah satu masalah perusahaan yang sedang viral akhir-akhir ini adalah kasus video karyawan yang menuntut upah kerja lembur yang tidak dibayarkan oleh perusahaan.
Ramai diperbincangkan oleh netizen, tentu hal ini dapat mempengaruhi citra dan proses bisnis perusahaan. Mengingat upah atau gaji dan kerja lembur menjadi persoalan sensitif yang menyangkut hak serta kesejahteraan karyawan.
Kerja lembur berarti mengharuskan seorang karyawan bekerja melebihi jam kerja seharusnya (extra time). Namun semenjak pandemi COVID-19, kerja lembur kerap kali menjadi kebiasaan sebab urusan pekerjaan beralih ke digital.
“1 dari 10 orang mengaku bahwa mereka lembur hingga 20 jam seminggu tanpa dibayar. Sedangkan rata-rata pekerja lainnya kerja lembur 9,2 jam per minggu dan tidak dibayar.”
Data ini menandakan bahwa tidak jarang “kerja lembur tak dibayar adalah hal biasa” menjadi sebuah budaya. Tentu persoalan kerja lembur tak dibayar akan menuai banyak protes dari kalangan pekerja atau karyawan. Kerja lembur tanpa dibayar akan merugikan mereka dari segi waktu, tenaga, dan pikiran.
Lantas, Bagaimana Aturan Kerja Lembur Menurut UU?
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja mengatur ketentuan kerja lembur dalam pasal 78 ayat 1 bahwa waktu maksimal pekerja lembur 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu. Namun, ketentuan waktu ini tidak berlaku pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
Selain itu, kerja lembur harus disepakati oleh karyawan atau pekerja yang bersangkutan. Dengan kata lain, karyawan juga memiliki hak untuk menolak kerja lembur.
Sebagaimana yang tertuang dalam ayat 1, Pasal 78 ayat 2 memperjelas kembali bahwa perusahaan wajib membayarkan upah kerja lembur. Ketentuan lebih lanjut terkait waktu dan upah lembur pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Baca artikel selengkapnya di sini.
Jika Karyawan Lembur Tak Dibayar, Apa Konsekuensi Perusahaan?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 Pasal 187 ayat 1 menyatakan bahwa jika pengusaha tidak mematuhi batasan lembur dan tidak membayar upah lembur bagi karyawan dapat diancam penjara minimal 1 bulan dan maksimal 1 tahun dan/atau denda paling sedikit 10 juta rupiah dan maksimal 100 juta rupiah..
Sedangkan dalam pasal 188 ayat 1 bagi siapa saja yang melanggar pasal 78 ayat 2 yaitu persetujuan pekerja dan waktu lembur, dapat dikenai sanksi denda paling sedikit 5 juta rupiah dan maksimal 50 juta rupiah.
Selain konsekuensi sanksi pidana atas pelanggaran peraturan ketenagakerjaan, perusahaan juga berpotensi mendapatkan citra yang buruk di mata masyarakat sebagai bentuk sanksi sosial. Kasus viral karyawan lembur yang tak dibayar dapat merusak kepercayaan publik terhadap produk atau jasa perusahaan sehingga akan berdampak pada penurunan profit perusahaan.
Kerja lembur tanpa ada gaji atau upah tentu juga akan menimbulkan ketidakpuasan karyawan dalam bekerja yang memicu terjadinya turnover. Turnover yang tinggi menandakan bahwa budaya kerja perusahaan tidak berjalan secara sehat.
Mencegah masalah atau konflik adalah harapan HR di semua perusahaan. Salah satu caranya adalah mengetahui kepribadian dan karakter setiap tim anggota perusahaan untuk mencapai sebuah kesepakatan.
Sebagai pengelola sumber daya manusia, HR berada di garda terdepan untuk menemukan komposisi tim yang sesuai dengan kebutuhan dan budaya perusahaan melalui pencarian kandidat yang tepat. Oleh sebab itu, untuk menemukan komposisi tim yang tepat, HR dapat menggunakan alat tes psikometri seperti yang ada di Dreamtalent.
Para HR dapat dengan mudah memetakan komposisi karyawan sesuai dengan karakter dan kepribadiannya sehingga hal ini dapat meminimalisir terjadinya konflik karyawan, masalah quite quitting, keinginan resign tiba-tiba, ataupun masalah yang timbul akibat tidak adanya kesepakatan.
16. Investasi $6,5 Triliun? Ini Pentingnya Upskilling Karyawan
Upskilling karyawan adalah salah satu tren dunia kerja esensial di tahun 2023. Di tengah dunia yang tidak pasti, perubahan adalah salah satu hal yang pasti. Oleh sebab itu, perusahaan harus bisa beradaptasi dengan perubahan industri dengan mempersiapkan skill masa depan.
The World Economic Forum mengungkapkan bahwa di tahun 2025 lebih dari setengah tenaga kerja global perlu upskilling (meningkatkan kemampuan) untuk mengikuti evolusi pekerjaan dan globalisasi.
“Investasi skala besar pada upskilling karyawan akan berpotensi meningkatkan GDP (Global Domestic Bruto) sebesar $6,5 triliun di tahun 2030.”
(The World Economic Forum Report)
Lantas, Apa Itu Upskilling?
Upskilling dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi karyawan agar lebih maju dan berkembang dalam posisi pekerjaan mereka.
Saat Anda memulai merencanakan target sekaligus memperkuat eksistensi bisnis di masa depan, Anda akan menemukan skill gap atau celah antara kesiapan sumber daya manusia Anda dengan kebutuhan perusahaan. Oleh sebab itu, upskilling menjadi strategi untuk mengisi skill gap tersebut dan sebagai bentuk investasi jangka panjang perusahaan.
Selain itu, upskilling juga menjadi kunci untuk tetap bisa bersaing di tengah kondisi pasar bisnis yang semakin kompetitif serta dampak inovasi teknologi dan artificial intelegent (AI) di dunia kerja.
Most In-Demand Skills by 2025
Mengutip dari World Economic Forum’s Jobs Reset Submit, terdapat beberapa skill dengan permintaan tertinggi di tahun 2025, diantaranya yaitu:
-
Data Science & Cloud Computing
-
Artificial Intelligence (AI) & Machine Learning (ML)
-
Big Data Science
-
Digital Marketing & Strategy
-
Process Automation
-
Business Development
-
Digital Transformation
-
Information Security (Cybersecurity)
-
Software & Application Development (UX/UI)
-
Internet of Things
Baca selengkapnya di sini.
Upskilling Strategy
Dari daftar skill di atas, apakah perusahaan Anda sudah mempersiapkan program upskilling untuk menyambut persaingan bisnis di tahun 2025?
Mengutip dari Forbes, berdasarkan hasil survei LinkedIn, 62% CEO telah memprioritaskan upskilling untuk karyawan perusahaan melalui program training. Program tersebut setidaknya memiliki 2 tujuan yaitu meningkatkan employee engagement dan performa kerja karyawan agar tetap relevan dengan tren industri.
Jika perusahaan masih belum mempersiapkan program upskilling, berikut adalah strategi yang dapat Anda persiapkan yaitu:
1. Set Your Business Goals & Objectives
Sebelum menyusun program upskilling, penting untuk Anda menetapkan terlebih dahulu tujuan dan objektif perusahaan di masa depan. Alasannya adalah agar program upskilling karyawan dapat mendukung sekaligus menjadi strategi perusahaan dalam mencapai tujuan tersebut.
Selain itu, jika Anda telah menyusun tujuan bisnis perusahaan, program upskilling yang diterapkan akan lebih terukur dan jelas arahnya.
2. Evaluate Your Skills Base
Setelah mengetahui tujuan bisnis perusahaan, Anda dapat mengevaluasi skill base karyawan, mencari tahu apa saja kekurangannya, serta keberadaan skill gap.
Listen to your employees.
Anda dapat melakukan survey kepada karyawan terkait kekurangan mereka dan hal apa saja yang ingin ditingkatkan untuk menuju karier yang lebih berkembang dan kemajuan perusahaan.
3. Research Trends & Identify Your Skills Need
Riset adalah kunci. Jika tujuan bisnis serta evaluasi skill base karyawan sudah ditangan Anda, maka riset tren adalah langkah strategis selanjutnya.
Seperti melihat tren most in demand skills 2025 dalam penjelasan di atas, Anda dapat menentukan skill apa saja yang harus ditingkatkan dan dipersiapkan dari karyawan perusahaan Anda. Hal tersebut juga akan mempermudah perusahaan dalam beradaptasi di tengah persaingan.
4. Execute & Monitor The Progress
Setelah melakukan perencanaan yang matang, maka Anda dapat menerapkan program upskilling pada karyawan perusahaan. Selain itu, check secara berkala terkait progres atau perkembangan program upskilling, bagaimana karyawan Anda menerapkan skill tersebut, serta apakah ada kemungkinan skill gap baru yang muncul.
17. Employee Experience: Rekrutmen, Promosi, & Pensiun
Sebagai HR, tentu tidaklah mudah menghadapi masalah seperti quiet quitting, karyawan resign mendadak, konflik internal, dan apapun yang berdampak pada turnover rate perusahaan.
Tidak jarang Anda merenungkan bagaimana cara agar perusahaan bisa terhindar dari masalah-masalah tersebut tanpa terkecuali. Namun, ada satu hal yang ada dapat Anda tekankan yaitu employee experience.
Employee experience tidak hanya persoalan pengalaman bekerja, namun melainkan sejak seorang karyawan berproses dari mulai rekrutmen, on boarding, promosi atau kenaikan jabatan, hingga off boarding karena resign ataupun pensiun.
Lantas, bagaimana employee experience dapat dimaknai oleh perusahaan?
Defining Employee Experience
Menurut penelitian global The Employee Experience Index oleh IBM Smarter Workforce Institute, employee experience dapat diartikan sebagai persepsi karyawan atas pengalaman mereka bekerja sebagai hasil interaksi dengan perusahaan.
Walaupun terlihat sederhana, employee experience memiliki inisiatif yang kompleks mencangkup keseluruhan momen karyawan dengan perusahaan. Momen mulai dari rekrutmen, onboarding, cuti, promosi, hingga resign atau pensiun.
Manfaat Employee Experience
Employee experience yang positif dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan, employee retention, serta menumbuhkan budaya kerja yang lebih baik.
Sedangkan employee experience yang buruk akan berdampak pada kenaikan angka turnover perusahaan serta menimbulkan toxic work environment.
Lantas, seperti apa employee experience yang positif dan bagaimana cara mengimplementasikannya secara maksimal?
Employee Experience Mapping
Tolak ukur kesejahteraan atau kebahagiaan karyawan tidak melulu persoalan gaji dan bonus, namun melainkan bagaimana pekerjaan tersebut memiliki value bagi kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut, maka employee experience yang positif berarti bagaimana perusahaan mampu memberikan valuable experience terhadap karyawannya dari segi job load, work culture, leadership, upskilling, physical space support, technology, dan lain sebagainya.
Employee experience mapping akan membantu Anda sebagai HR dalam memahami setiap momen dalam siklus kerja karyawan di perusahaan. Selain itu, proses mapping akan mempermudah Anda dalam mengidentifikasi apakah selama ini karyawan sudah cukup terlibat dan merasa puas atas ekspektasi mereka.
Baca artikel selengkapnya di sini.
Anda dapat membagi momen karyawan menjadi 4 fase yaitu:
1. Hiring (Rekrutmen)
Proses rekrutmen menjadi pengalaman pertama karyawan untuk mengenal budaya perusahaan lebih dekat. Dalam fase ini, kandidat karyawan akan cenderung menginginkan deskripsi pekerjaan serta benefit kerja yang jelas.
2. Onboarding
Proses onboarding atau dikenal sebagai fase orientasi memberi karyawan terkait pengetahuan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan mereka. Fase ini juga memberikan ruang kepada karyawan untuk mengenal lebih dengan anggota perusahaan.
Anda dapat memberikan pengalam bonding antar karyawan ataupun company tour agar karyawan baru merasa diterima dan siap menjadi bagian dari perusahaan.
3. Development (Promosi)
Development adalah fase karyawan untuk mengevaluasi progress kerja mereka serta kesempatan leveling up karier atau lebih sering disebut sebagai proses kenaikan jabatan (promosi).
Proses development karyawan dapat berupa penerapan program upskilling, pendampingan, pengakuan atau rekognisi hasil kerja, kesempatan leadership, dan lain sebagainya.
4. Off Boarding
Pada akhirnya setiap karyawan akan meninggalkan perusahaan baik resign maupun pensiun. Walaupun off boarding menjadi proses perpisahaan, namun perusahaan dapat meninggalkan kesan baik kepada karyawannya sebagai bagian dari perjalanan hidup mereka.
Anda dapat memberikan berbagai bentuk kenangan seperti salam perpisahaan, penghargaan, dan lain sebagainya.
What Should You Do Next?
Akhirnya Anda berada di penghujung artikel The Ultimate 2023 HR Trends Guide. Melalui artikel ini, ada telah berhasil mendapatkan informasi terbaru terkait tren dunia kerja 2023.
Panduan HR trends dapat membantu Anda dalam memaksimalkan manajemen sumber daya manusia perusahaan. Informasi-informasi di atas menjadi senjata Anda dalam menciptakan work environment yang positif, suportif, dan produktif.
Tentu tidak mudah untuk menerapkan beberapa tren dunia kerja pada perusahaan maupun karyawan. Namun, hal ini menjadi mudah dengan menggunakan tes psikometri prediktif seperti yang ada di Dreamtalent.
Tes psikometri prediktif akan membantu Anda memetakan orang yang tepat di posisi yang tepat. Anda juga dapat meninjau personality, kelebihan, dan gaya perilaku kerja individu di perusahaan.
Dengan mengenal lebih dalam karakter dan budaya setiap individu, Anda akan merasa lebih mudah untuk menerapkan maupun mengembangkan setiap tren dunia kerja di perusahaan.