Summary. (Read Time: 5 min.) Karakteristik Gen-Z merupakan generasi yang tidak dapat disamakan dengan millenial. Gen-Z merupakan generasi yang cenderung oportunis, kompetitif, outspoken dan konfrontatif, individualis, dan technology-aware dibandingkan generasi sebelumnya. Penting bagi recruiter untuk memahami kelima karakteristik ini untuk dapat menghadapi Gen-Z dalam dunia kerja.
Expectations. Setelah membaca artikel ini, Anda sebagai HR dapat mengerti karakteristik Gen-Z melalui ekspektasi-ekspektasi yang tertera dalam artikel ini, sehingga HR dapat mengambil sikap tertentu apabila menerima talent Gen-Z lain.
Suatu hari, sebuah perusahaan menerima lamaran baru dari seorang talent yang termasuk ke dalam Gen-Z. Talent ini punya track record yang menarik, dengan pengalaman-pengalaman yang memenuhi CV dan resume mereka terlepas dari fakta bahwa mereka baru saja kelar wisuda satu bulan lalu. Sudah banyak mengikuti magang disana sini, mengejar freelance, aktif dalam ratusan organisasi, dan turut andil dalam kegiatan volunteering.
Tampak menjanjikan, bukan?
Namun, kala talent ini mendapatkan tempatnya di perusahaan tersebut, ternyata performanya tidak seperti apa yang tertulis di CV mereka. Entah apa yang terjadi, performa talent ini menurun setelah satu bulan bekerja di perusahaan itu, dan tidak lama kemudian, HR menerima notice period yang mengindikasikan bahwa talent ini menginginkan kemungkinan resign. Kemudian menjadi keheranan yang menarik, apakah mungkin merekrut Gen-Z belum tentu worth it?
Fenomena seperti ini mungkin bukan lagi pengalaman baru bagi HR yang menghadapi talent dengan rentang usia Gen-Z (1997 - 2012). Cukup membuat terheran-heran ketika sosok yang tadinya datang ke kantor dengan semangat membara, tiba-tiba bisa hilang begitu saja seperti ditelan angin. Di saat yang sama, HR harus siap menghadapi fenomena yang mirip apabila HR tidak segera mengenal sifat Gen-Z itu sendiri. Nah, apa sih yang belum HR ketahui soal Gen-Z, dari perspektif Gen-Z itu sendiri?
Kutu Loncat atau Oportunis?
Gen-Z adalah generasi terbaru yang jejaknya tidak lama akan segera membuntuti millenial dalam dunia kerja. Hampir mirip dengan millennial, Gen-Z memiliki karakteristik yang lebih cenderung terbuka pada dunia luar dan punya peran yang tinggi dalam dunia digital. Namun, tetap saja, Gen-Z tidak bisa disamakan sifatnya dengan millennial. Salah satu karakteristik pertama yang dapat ditelaah dari Gen-Z adalah bahwa mereka adalah sosok yang oportunis.
Gen-Z bukan generasi kutu loncat, namun oportunis yang selalu mencari kesempatan lebih.
Artinya, Gen-Z selalu melihat ke depan apabila mereka melihat prospek kerja yang lebih baik dari apa yang mereka miliki sebelumnya. Terlepas dari julukan job-hoppers atau yang bisa diartikan dengan kutu loncat, Gen-Z bisa dibilang lebih realistis dibandingkan milenial. Mereka selalu berusaha menempatkan diri mereka pada posisi yang terbuka pada setiap kesempatan. Dalam artian, tidak salah apabila mereka menemukan lompatan lain yang membantu mereka untuk terus maju apabila posisi mereka saat itu tidak mendukung mereka untuk berkembang.
Si Paling Kompetitif
Gen-Z nggak jauh-jauh dari sikap kompetitif. Secara langsung, generasi ini lebih banyak suka bekerja individu dan mengejar kemenangan untuk diri mereka sendiri. Apakah berarti Gen-Z bukan generasi yang baik untuk bekerja di dalam tim? Jangan salah sangka, sikap kompetitif ini juga dapat berubah menjadi sikap kolaboratif. Bahkan, Gen-Z cenderung lebih kolaboratif dibandingkan millennial akibat lingkungan mereka yang sangat menekankan prioritas problem-solving dibandingkan lingkungan millennial.
Outspoken dan Konfrontatif
Siapa lagi kalau bukan Gen-Z, generasi yang sering mendapat julukan dikit-dikit speak-up? Gen-Z cenderung memiliki sifat yang konfrontatif kepada kritik dan saran. Namun, disaat yang sama, mereka juga generasi yang lebih terbuka dengan segala jenis masukan. Khususnya ketika generasi ini banyak berkembang di dunia yang cenderung terdigitalisasi, mereka justru menemukan kekurangan dari menyampaikan opini secara digital, dan lebih menyukai konfrontasi eye-to-eye. HR dapat memanfaatkan karakteristik ini sebagai pihak yang observant terhadap detail-detail kecil yang dapat merugikan perusahaan.
Gen-Z bisa menjadi whistleblower yang membangun perusahaan lebih maju dengan sifat kritis mereka.
Individualis
Gen-Z memang cenderung memiliki sifat individualis, dikarenakan mereka yang terbiasa dibesarkan dengan lingkungan kerja yang digital dan jarang menghadapi teamwork satu sama lain, serta dorongan untuk senantiasa kompetitif bahkan dengan kolega sendiri. Jangan salah tangkap bahwa sifat ini akan menjadi bumerang dalam kerja tim, karena sifat individualis tidak selamanya buruk.
Artinya, Gen-Z punya potensi untuk menjadi sosok yang ambisius dan percaya diri, bahkan dapat menjadi dorongan yang baik untuk perusahaan yang menginginkan kinerja fast-pace. Selain itu, kinerja Gen-Z akan jauh lebih efektif karena ambisi mereka mendorong untuk senantiasa mencapai hasil yang ditujukan sesuai dengan tanggung jawab dan visi misi yang diinginkan.
Bergantung Pada Teknologi
Khusus untuk perusahaan yang membutuhkan kandidat yang bekerja dengan metode sat-set-sat-set, Gen-Z adalah sosok yang paling tepat. Generasi ini adalah generasi yang paling melek teknologi dan terbiasa mengerjakan pekerjaan sehari-hari mereka dengan bantuan teknologi digital. Karenanya, teknologi bukan lagi hal yang perlu ditakutkan bagi generasi ini. Sekalipun perusahaan mengenalkan teknologi baru kepada Gen-Z, mereka akan lebih cepat belajar dibandingkan generasi lama, dikarenakan sudah cukup familiar dengan dunia teknologi.
Bagi perusahaan yang menginginkan Gen-Z sebagai kandidat rekrutmen mereka, tentu 5 karakteristik ini perlu menjadi pertimbangan HR untuk mengetahui bagaimana HR dapat menyikapi Gen-Z dalam dunia kerja.
Kemampuan mereka tidak dapat disamakan dengan millenials, tentunya. Namun, Gen-Z adalah generasi yang siap belajar, oportunis, dan dapat menjadi dorongan yang besar bagi perusahaan yang ingin maju mengikuti trend yang up-to-date.
Namun, tentu saja mengetahui karakteristik ini belum cukup untuk membuat perusahaan dapat maju mengatasi Gen-Z. Dengan bantuan tes psikometri seperti jasa yang disediakan oleh Dreamtalent, perusahaan dapat dengan mudah memahami minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki Gen-Z dengan akurasi hingga 90% yang dapat membantu HR dalam mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan yang dimiliki oleh Gen-Z. Tes Psikometri di Dreamtalent juga tidak hanya fokus mengukur fit dengan pekerjaan secara skill, namun juga kecocokan antara kepribadian dan budaya perusahaan (culture fit). Jadi, tidak akan ada lagi kasus talent yang tiba-tiba resign. Sudah saatnya HR untuk bertindak lebih cermat dan digital, sebagaimana Gen-Z ingin mendapatkan perusahaan yang memahami ambisi dan potensi mereka.