Summary. Bertentangan dengan pendapat pada umumnya, introvert dan ekstrovert murni itu sebenarnya tidak ada. Artikel ini menjelaskan apa itu introvert dan ekstrovert sesungguhnya, serta beberapa mitos yang umum terdengar di kalangan masyarakat.
Expectations. Setelah membaca artikel ini, kamu akan mengetahui kepribadian introvert dan ekstrovert, sekaligus meluruskan mitos yang beredar dengan fakta sesungguhnya.
Kamu pasti sudah sering mendengar istilah introvert dan ekstrovert beserta semua ciri-ciri dan stigmanya masing-masing. Namun, ternyata seseorang yang introvert atau ekstrovert murni itu tidak pernah ada.
Dalam artikel kita sebelumnya, introvert dan ekstrovert hanyalah salah satu elemen dari dimensi kepribadian yang disebut “Extravesion”. Extraversion lebih dari sekadar anggapan bahwa kamu lebih suka menyendiri atau senang beramai-ramai.
Extraversion adalah bagaimana interaksi sosial mempengaruhi energimu. Orang yang extroverted merasa lebih bersemangat saat berinteraksi dengan orang-orang, sementara orang yang introverted akan merasa lelah jika tidak mendapatkan cukup waktu sendirian.
Hal tersebut menentukan bagaimana dan seberapa sering kamu berinteraksi dengan orang lain, sehingga aspek extraversion inilah yang paling mudah diketahui oleh orang.
Saat bicara tentang extraversion, kebanyakan orang beranggapan seperti ini:
Namun, sebenarnya ekstraversion cenderung seperti ini:
Seperti segalanya di dalam OCEAN, extraversion diukur sebagai sebuah spektrum. Kita semua berada di suatu tempat di tengah, tapi tidak pernah di ujung.
Inilah mengapa kita bilang seseorang itu introverted (cenderung introvert) atau extroverted (cenderung extrovert). Tidak pernah sebagai introvert atau extrovert murni.
Introvert dan extrovert murni bukan hanya tidak realistik, tapi juga… tidak normal. Carl Kung, seorang figur penting di psikologi, berkata bahwa orang dengan introvert atau ekstrovert murni bisa saja berada di rumah sakit jiwa.
There is no such thing as a pure introvert or extrovert. Such a person would be in the lunatic asylum. (Carl Jung)
Oleh karena banyaknya anggapan bahwa introvert dan ekstrovert itu bersifat mutlak, terdapat banyak pula mitos mengenai salah satu elemen ekstraversion ini.
Nah, menurut PsychCentral, berikut ini mitos-mitos yang sering melekat dalam diri seseorang yang cenderung introverted dan extroverted.
Mitos #1: “Orang-orang introvert pasti pemalu”
Memang, pasti ada orang introverted yang pemalu. Namun, introvert dan pemalu itu tidak sama. Menurut Helgoe, asisten profesor psikologi di Davis & Elkins College di West Virginia, orang-orang introverted terlihat pemalu karena mereka lebih banyak berpikir sebelum berbicara.
Orang-orang introverted memproses segala sesuatu di dalam pikiran mereka, sementara orang yang extroverted memproses pemikirannya sambil berbicara.
Perbedaan cara memproses dan merespons informasi ini membuat orang-orang introverted akan terlihat lebih diam dan pemalu dibandingkan orang-orang extroverted.
Seperti yang Susan Cain tulis di buku bestseller-nya Quiet: The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking, “Perasaan malu adalah ketakutan akan penolakan atau penghinaan sosial, sedangkan yang dilakukan oleh orang-orang introverted adalah preferensi untuk lingkungan yang tidak terlalu menimbulkan gairah. Rasa malu pada dasarnya menyakitkan, sedangkan introversi tidak.”
Jadi, orang-orang introverted pasti pemalu itu cuma mitos ya!
Mitos #2: “Orang-orang introvert gak bisa jadi public speaker yang baik”
Menurut Kahnweiler, penulis buku Quiet Influence: The Introvert's Guide to Making a Difference, setidaknya setengah dari orang-orang yang bekerja dengan cara ‘berbicara’ pada dasarnya adalah introverted.
Mereka benar-benar mempersiapkan dan berlatih dengan sangat baik. Mereka memanfaatkan kekuatan mereka yang cenderung deep thinker.
Susan Cain adalah contoh seorang introverted yang merupakan public speaker luar biasa. Kamu bisa lihat TED talk-nya yang sudah ditonton hampir 30 juta kali. Cain juga pernah memenangkan penghargaan Toastmasters 2013, penghargaan tertinggi organisasi tersebut.
Dalam bukunya, ia menulis tentang seorang mantan dosen psikologi Universitas Harvard yang digambarkan sebagai persilangan antara Robin Williams dan Albert Einstein. Kelasnya selalu diikuti oleh banyak mahasiswa dan sering berakhir dengan tepuk tangan yang meriah.
Masih menceritakan profesor yang sama, dia tinggal di daerah terpencil bersama istrinya, menyendiri, lebih suka menghabiskan waktunya untuk membaca dan menulis, menyukai interaksi dengan satu orang saja, dan ketika menghabiskan terlalu banyak waktu di luar, dia mengatakan bahwa “Saya bisa benar-benar menjadi sakit.”
Selain itu, Kahnweiler juga menunjukkan bahwa banyak komedian adalah seorang introverted. Johnny Carson adalah salah satunya.
Jadi, orang-orang introverted bisa jadi public speaker yang baik kok!
Mitos #3: “Orang yang introvert gak lebih bahagia dari orang-orang ekstrovert”
Menurut Helgoe, orang introverted bukan tidak bahagia atau orang extroverted lebih bahagia daripada introverted. Mereka sebenarnya bahagia dengan caranya masing-masing.
Orang yang extroverted cenderung dikaitkan dengan pengaruh yang lebih optimis, bersemangat, dan berenergi tinggi. Para peneliti menyebut hal ini sebagai “high-arousal positive affect” pengaruh positif dari gairah tinggi.
Sedangkan orang introverted, bagaimanapun, cenderung mencari jenis kebahagiaan yang berbeda. Introverted lebih suka perasaan positif dengan gairah rendah, seperti ketenangan dan relaksasi.
Namun, budaya masyarakat yang lebih melihat bahwa kebahagiaan identik dengan cara bersenang-senang dengan sangat terlihat, seorang introverted yang lebih menikmati suasana damai jadi sering dianggap tidak berbahagia.
Ingat ya, hanya karena seorang introverted bahagia dengan caranya sendiri, bukan berarti tidak bahagia. Oke?
Mitos #4: “Orang-orang ekstrovert bukan pendengar yang baik”
Faktanya, orang extroverted bisa menjadi pendengar yang baik karena mereka bisa membuat orang lebih leluasa bercerita dengan berbagai pertanyaan terbuka, menarik, bahkan parafrase dari pernyataan sebelumnya dari lawan bicara.
Misalnya, mereka mungkin berkata:
- “Coba ceritakan lebih banyak dong!”
- “Jadi, maksud kamu tuh gini gini gini ya?”
Menurut Kahweiler, orang extroverted bisa mengembangkan hubungan baik dengan orang lain dan tahu bagaimana cara membuat orang nyaman.
Jadi, “orang-orang extroverted bukan pendengar yang baik” adalah mitos belaka.
Mitos #5: “Orang-orang ekstrovert gak suka sendirian”
Bagaimana pun, orang yang extroverted pun tetap butuh waktu untuk recharge. Namun, mereka membutuhkannya dalam ‘dosis’ yang lebih sedikit dan cara yang berbeda.
Menurut Kahnweiler, misalnya seorang extroverted mungkin mendengarkan musik dengan earphone mereka saat duduk di kedai kopi.
Orang-orang extroverted melakukan “me time” lebih singkat daripada yang dibutuhkan oleh orang introverted.
Mitos #6: “Orang-orang ekstrovert hanya berpikir di permukaan”
Sekali lagi, introverted dan extroverted hanya memiliki cara berbeda dalam memproses informasi.
Misalnya, seorang extroverted berbicara dengan banyak orang dalam satu hari. Meskipun terkesan hanya berbicara selewat/permukaan saja dengan orang-orang, mereka sebenarnya masuk lebih dalam dengan cara yang berbeda.
Dengan begitu, orang-orang extroverted ini memiliki penilaian yang lebih baik tentang kelompok orang ini atau lebih mendapatkan banyak informasi tentang suatu topik karena sudah menjelajahinya secara mendalam melalui interaksi.
Hanya karena orang-orang extroverted terlihat hanya berpikir di permukaan, bukan berarti faktanya demikian.
Kita Lebih dari Sekadar Introvert dan Ekstrovert
Sampai sini, kita bisa sepakat bahwa kepribadian manusia adalah sesuatu yang sangat kompleks. Tidak bisa dikotak-kotakan dengan mutlak bahwa seseorang hanya bisa introvert dan orang lainnya hanya bisa ekstrovert.
Oleh karena itu, psikotes online di Dreamtalent bisa menggambarkan secara garis besar kepribadianmu dengan hasil yang ilmiah. Untuk semakin mengenal kepribadian kamu, coba deh ikut tesnya sekarang!