Mencari talent yang benar-benar memenuhi ekspektasi itu seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.
Rekrutmen sendiri pun terasa seperti tebak-tebakan, karena bahkan setelah screening resume dan beberapa interview, perekrut masih tidak bisa 100% yakin bahwa kandidat ini adalah yang paling tepat. Hanya setelah diterima baru bisa dilihat jika ternyata tidak cocok. Lihat saja 33% dari karyawan baru yang memutuskan untuk keluar setelah hanya enam bulan ketika mereka sadar tidak cocok, tapi sudah terlambat.
Masalahnya adalah interview dan screening saja tidak cukup lengkap untuk memberi tahu tentang kandidat kita. Berita baiknya, psikotes kepribadian memungkinkan perekrut untuk menemukan kandidat yang tepat dan benar-benar memenuhi ekspektasi.
Psikotes yang baik dapat memberitahu jika seorang kandidat adalah yang paling tepat untuk perusahaan Anda bahkan dari awal proses rekrutmen.
Jika Anda baru mulai menggunakan psikotes kepribadian atau ingin memperdalam ilmu tentang kegunaannya dalam rekrutmen, maka Anda ada di tempat yang tepat. Panduan lengkap ini berisi semua yang perlu Anda ketahui tentang psikotes kepribadian dan bagaimana itu membantu Anda menemukan kandidat yang tepat dan menghindari menerima orang yang salah.
Memahami Psikotes Kepribadian
1. Konsep Dasar Psikotes Kepribadian
2. Gunanya Psikotes Dalam Perusahaan
3. Mengapa Psikotes Itu Penting?
4. Tipe-Tipe Psikotes Kepribadian
5. Validitas & Reliabilitas: Psikotes Mana Yang Terbaik?
Aplikasi Dalam Perusahaan Anda
6. Psikotes Kepribadian Manual vs. Online
7. Interpretasi Hasil Psikotes Kepribadian
8 [Sampel] Facet Kepribadian Spesifik Untuk Sales
9. Apakah Ada Tipe Kepribadian Yang “Paling Bagus”?
10. Apakah Bisa Nyontek Di Psikotes Kepribadian?
Topik-Topik Akhir
11. Apakah Dianjurkan Untuk Buat Psikotes Sendiri?
12. Dream5: Psikotes Kepribadian oleh Dreamtalent
1. Konsep Dasar Psikotes Kepribadian
Mari kita mulai dengan memahami konsep-konsep dasar dalam psikotes kepribadian: definisi, cara kerja, dan peran yang dimainkan dalam proses rekrutmen.
- Apa itu kepribadian?
- Mengapa menguji kepribadian?
Apa itu kepribadian?
Kepribadian (personality) adalah sekumpulan karakteristik dan ciri individu yang menentukan perilaku dan sikap. Tidak ada dua kepribadian di dunia ini yang benar-benar sama, dan kepribadian bersifat relatif permanen dan tidak berubah. Inilah mengapa setiap orang mempunyai kecenderungan masing-masing dalam sifat, pikiran, perasaan, dan menanggapi situasi di dalam maupun di luar kerja.
Psikotes atau asesmen kepribadian tergolong dalam suatu disiplin yang bernama psikometri (psychometrics). Psikometri adalah bidang ilmu yang mendalami pengukuran psikologis manusia (psikologi + metrik). Pengukuran kepribadian (psikotes) adalah salah satu komponen utama dalam psikometri, di samping pengukuran kognitif (inteligensi).
Mengapa menguji kepribadian?
Kebanyakan perusahaan sudah lazim dengan psikotes. Sekarang, asesmen kepribadian sudah dianggap sebagai sebuah keharusan untuk rekrutmen, karena kepribadian mempengaruhi performa.
Penelitian menemukan bahwa kepribadian mempunyai dampak langsung pada performa kerja.
Penelitian di psikologi industri-organisasi telah menegaskan bahwa kesesuaian (fit) kepribadian mempunyai dampak langsung pada performa kerja. Fit kepribadian menggambarkan seberapa cocoknya kepribadian seseorang dengan pekerjaan dan budaya perusahaan. Kandidat yang ekstrovert akan cenderung berperforma lebih baik dalam sales dibanding yang introvert, contohnya.
Di zaman dahulu, menguji kepribadian biasanya tidak lebih dari kira-kira saja. Sekarang psikotes memungkinkan perekrut untuk mengukur secara kuantitatif aspek yang sebelumnya “tersembunyi”, untuk mengidentifikasi kandidat yang paling menjanjikan dari awal proses rekrutmen dan menyaring kandidat yang tidak fit sebelum terlanjur diterima.
Keterampilan, inteligensi, dan pengalaman tetap menjadi faktor penting dalam kualitas kandidat, namun di era Industri 4.0 ini pekerjaan begitu sering berubah dengan cepat. Karena ini, perusahaan sudah mementingkan potensi daripada sekadar keterampilan, dan potensi akan performa inilah yang dapat kita ketahui dengan melihat fit dari kandidat.
2. Gunanya Psikotes Dalam Perusahaan
Data yang didapatkan dari psikotes kepribadian mempunyai banyak kegunaan dalam perusahaan Anda. Informasi ini sangat berharga untuk membuat keputusan dalam proses-proses penting di dalam dan juga luar rekrutmen.
- Rekrutmen
- Pelatihan dan pengembangan
- Penilaian dan promosi
- Dinamika tim
Rekrutmen
Rekrutmen adalah alasan utama mengapa psikotes menjadi sangat populer dengan perusahaan. Selain menjadi alat untuk memfilter kandidat, perekrut juga menyadari kemampuan psikotes kepribadian untuk mengungkap kelebihan-kelebihan tersembunyi dalam kandidat.
Dalam rekrutmen, psikotes kepribadian digunakan sebagai ujian yang harus dilewati oleh kandidat, di samping tes keterampilan kerja. Ini membantu perekrut untuk melihat kandidat yang tidak sesuai dengan pekerjaan maupun budaya perusahaan dari awal, dan juga menghindari menerima orang yang salah.
Psikotes yang canggih akan memberitahu Anda tentang kelebihan yang dimiliki setiap kandidat, bukan hanya kekurangan. Talent yang sebenarnya bagus mungkin saja ditolak karena canggung saat interview. Dengan psikotes kepribadian, Anda akan tahu jika kandidat sesungguhnya mempunyai potensi dan pekerja keras walaupun introvert, yang menjelaskan kecanggungan saat interview.
Selain itu, psikotes kepribadian memungkinkan untuk mengarahkan, bukan menolak kandidat. Jika seorang kandidat kurang cocok dalam posisi yang dilamar, namun data menunjukkan potensi untuk sukses di posisi lain, psikotes dapat mengubah penolakan menjadi aset talent yang berharga.
Pelatihan dan pengembangan
Dari data tentang kepribadian, spesialis SDM dapat mengenali kelebihan dan kekurangan dari individu, tim, dan bahkan departemen, terutama dalam “soft skills”. Informasi ini berguna untuk mengidentifikasi program pelatihan yang diarahkan pada kebutuhan karyawan Anda.
Di samping gap analysis, psikotes kepribadian juga mendorong strength-based development dengan berfokus pada kelebihan unik setiap individu, seperti kepemimpinan, kreativitas, stabilitas emosional, etc. dan mempertajamnya untuk memperkuat peran spesifik mereka dalam tim.
Penilaian dan promosi
Pada intinya, promosi merupakan rekrutmen internal, sehingga manfaat dari psikotes kepribadian dapat diterapkan. Dengan mengukur fit (kesesuaian) antara kepribadian dengan pekerjaan, kita dapat memprediksi performa kandidat dan memberi promosi kepada yang memiliki potensi tertinggi untuk sukses di posisi baru.
Penilaian kandidat untuk mapping dan forecasting juga dapat menggunakan psikotes kepribadian. Psikotes membantu perusahaan menentukan aspek-aspek kepribadian yang dibutuhkan untuk mengisi posisi kosong dan juga menentukan mutasi yang paling cocok berdasarkan fit kepribadian karyawan.
Psikotes kepribadian sangat bermanfaat untuk promosi, penilaian, mutasi, dan komposisi tim.
Dinamika tim
Psikotes adalah alat yang penting dalam membangun dinamika tim. Kepribadian yang berbeda-beda dapat memperkuat atau merusak suatu tim. Kunci dari membangun tim yang kuat adalah memastikan bahwa kepribadian setiap anggota mempunyai sinergi dan dapat melengkapi satu sama lain.
Project Aristotle dari Google menemukan bahwa salah satu aspek penting dalam membuat tim yang efektif adalah peran yang jelas. Di samping peran teknis, kita juga harus memperhatikan peran psikologis yang dimiliki setiap anggota tim.
Sumber: Winsborough & Chamorro-Premuzic, 2017
Contohnya, anggota tim dapat berperan sebagai pemimpin atau pembangun relasi, pengikut aturan atau pengambil risiko, etc. Sebuah tim yang berisi hanya pemimpin akan membawa masalah, dan tim yang penuh dengan pengambil risiko akan butuh seseorang untuk menjaga aturan. Dari psikotes, kita dapat mempelajari kepribadian setiap calon anggota dan membangun tim yang seimbang dan efektif dari informasi ini.
3. Mengapa Psikotes Itu Penting?
Psikotes kepribadian mempunyai satu tujuan: untuk membuat rekrutmen lebih akurat. Dulu mencari keterampilan kerja saja sudah cukup, namun pekerjaan modern hari ini membutuhkan lebih dari aspek “manusia” dalam sumber daya manusia.
Perekrut mencari kandidat dengan kepribadian yang sesuai dengan pekerjaan spesifik, yang melengkapi kelebihan dan kekurangan tim, dan cocok dengan budaya perusahaan yang unik. Talent dengan fit yang baik adalah aset yang berharga, namun fit yang buruk dapat membawa bencana. Inilah dimana psikotes kepribadian berperan.
- Fit menentukan performa kerja
- Memahami kandidat di luar interview
- Rekrutmen yang objektif dan bebas bias
Fit menentukan performa kerja
Saat kita berbicara tentang fit, yang dimaksudkan adalah person-job fit yang mendeskripsikan seberapa cocoknya seseorang dengan pekerjaan mereka. Lebih tepatnya, P-J fit dapat dibagi menjadi job fit dan culture fit. Kedua ini bergantung pada adanya kesesuaian antara kepribadian dengan pekerjaan dan juga tempat kerja.
Seberapa pentingnya job dan culture fit dalam rekrutmen? Lebih dari 90 penelitian sepanjang 30 tahun menentukan bahwa fit adalah faktor yang vital dalam kualitas kandidat. Ehrhart dan Makransky di 2007 memperkukuh data ini dan menemukan bahwa fit yang baik mempunyai korelasi positif dengan kepuasan kerja, komitmen pada perusahaan, dan performa kerja yang tinggi.
Kepribadian yang fit menghasilkan komitmen dan performa tinggi. Fit yang buruk berakibat stres dan turnover.
Di sisi lain, job dan culture fit yang rendah membuat karyawan mengalami stres dan ingin keluar, yang berakibat performa buruk. Ini pun meningkatkan pengeluaran dalam rekrutmen karena turnover karyawan (Lovelace & Rosen, 1996) membawa banyak kerugian.
Di 2013, Frank Schmidt membandingkan efektivitas setiap metode seleksi dalam memprediksi performa kerja masa depan. Penelitiannya menemukan bahwa metode yang paling efektif adalah multi-measure test — kombinasi antara psikotes kepribadian, tes inteligensi, dan interview terstruktur dengan lebih dari 70% kemungkinan memprediksi performa kerja dengan akurat. Tanpa tes kepribadian, interview sendiri menurunkan validitas prediktif menjadi .51 — itu adalah 49% kemungkinan menerima orang yang salah.
Sumber: Schmidt, 2013
Jika validitas prediktif psikotes sendiri terlihat rendah, ini karena memang tidak dimaksudkan untuk digunakan hanya sendiri. Psikotes kepribadian harus digunakan bersama dengan alat asesmen rekrutmen lainnya. Psikotes itu penting karena ketika digunakan bersama yang lain dapat meningkatkan akurasi rekrutmen lebih dari alat asesmen lainnya jika digunakan sendirian. Baca lebih lanjut tentang ini di Bab 7.
Memahami kandidat di luar interview
Dalam contoh sebelumnya kita menggambarkan bagaimana kelebihan kandidat dapat tidak terdeteksi oleh interview. Sebaliknya juga, interview yang berjalan lancar bisa saja menyembunyikan kekurangan kandidat jika tidak ditemani dengan data dari psikotes kepribadian.
Saat mencari karyawan untuk posisi supir, Peter Gasca terpesona dengan ambisi, antusiasme, dan persistensi yang ditunjukkan seorang kandidat dalam interview. Terdengar seperti kandidat yang sempurna, kan? Ternyata, setelah hanya 3 (tiga) hari setelah diterima, supir baru ini mengundurkan diri via telepon dan meninggalkan mobil, dengan barang berharga di dalamnya, terbengkalai di jalan tol.
Walaupun beberapa interview berusahaa untuk menjadi objektif (e.g. structured interview, behavioral evidence interview), pada dasarnya interview pasti akan dipengaruhi oleh subjektivitas interviewer. Inilah mengapa kita butuh psikotes kepribadian untuk memberi konfirmasi dengan data. Jika kandidat mengklaim diri sebagai pemimpin yang baik, psikotes akan mengukur nilai mereka di skala kepemimpinan. Jika mereka mengklaim mereka bisa bekerja dalam tim, psikotes akan mengukur kecenderungan altruisme dan kompetisi mereka.
Ini dikenal sebagai behavior prediction (prediksi perilaku). Dari aspek-aspek dalam kepribadian manusia, kita bisa memprediksi perilaku kandidat dalam pekerjaan: mengerjakan tugas, menghadapi tantangan, menyelesaikan konflik, etc. Dengan memungkinkan prekerut untuk benar-benar mengenali kandidat secara mendalam sebagai individu, psikotes kepribadian memberikan informasi yang berharga untuk membuat keputusan rekrutmen yang berbasis data.
Rekrutmen yang objektif dan bebas bias
Diskriminasi dan bias tidak punya tempat dalam rekrutmen. Sayangnya, ini tetap dapat terjadi bahkan tanpa disadari dalam bentuk unconscious bias. Beberapa contohnya adalah halo/horn effect (opini terlalu fokus pada satu aspek positif/negatif) dan first impressions (opini terlalu terpengaruhi oleh kesan pertama) yang bisa kita bentuk secara tanpa sadar.
Bias ini mempengaruhi pertimbangan kita terhadap kandidat secara positif maupun negatif, namun tetap tidak adil dan dapat membawa dampak finansial yang serius. Bias tanpa sadar ini berakar jauh di dalam psikologi kita, jadi human error pasti akan terjadi ketika menilai kandidat.
Tapi bagaimana jika yang menilai kandidat bukan seorang manusia?
Psikotes kepribadian berbasis teknologi adalah alat yang kuat untuk membasmi bias dalam rekrutmen, karena algoritma tidak bisa menjadi bias. Tes kepribadian yang valid dan reliabel dapat memberi data yang dibutuhkan untuk membuat keputusan rekrutmen yang adil dan akurat berdasarkan ilmu pasti, bukan opini.
4. Tipe-Tipe Psikotes Kepribadian
Ada banyak jenis psikotes kepribadian yang telah dikembangkan hingga saat ini. Untuk panduan ini, kita akan fokus pada 3 alat ukur kepribadian yang paling banyak digunakan oleh perusahaan: Big Five, MBTI, dan DISC.
- Big Five Personality Model (OCEAN)
- Myers-Briggs Type Indicator
- DISC
Big Five Personality Model (OCEAN)
Ringkasan
Big Five Personality Model dikenal juga sebagai Five Factor Model atau akronimnya OCEAN. Model ini mengukur kepribadian dari 5 faktor: Openness, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism. Setiap faktor dibagi menjadi aspect, yang kemudian dibagi lagi menjadi facet yang spesifik.
Penelitian di bidang kepribadian telah berjalan selama puluhan tahun dan membawa banyak perspektif berbeda, sehingga Big Five dikembangkan untuk menjadi model deskriptif yang mampu memahami banyak penemuan tersebut. Dream5, asesmen kepribadian dalam Dreamtalent, menggunakan model ini sebagai basis teoritisnya.
Sejak kelahirannya di 1961, Big Five telah diakui sebagai framework yang terbaik dan terlengkap untuk kepribadian manusia berdasarkan konsensus peneliti dan psikolog di seluruh dunia (Digman, 1990; Corr & Matthews, 2009). Inilah mengapa perusahaan lebih memilih menggunakan Big Five dibandingkan alat ukur kepribadian lainnya dalam rekrutmen.
Pengukuran
Dalam Big Five, setiap faktor kepribadian diukur dalam kontinum. Ini menegaskan kecenderungan unik dari setiap kepribadian individu dan mencegah penyederhanaan berlebihan dengan pengelompokan. Melainkan hanya menunjukkan bahwa seseorang itu Introvert, Big Five dapat memberitahu bahwa dia adalah sebenarnya 70% introvert dan juga mengakui kenyataan adanya 30% sisi ekstrovert.
Ini adalah cara yang akurat untuk mendeskripsikan kepribadian karena 100% ekstrovert itu tidak realistis. Kita semua berada di tengah kontinum. Yang membedakan adalah kita cenderung lebih dekat ke satu sisi, namun tetap mempunyai beberapa aspek dari sisi berlawanannya.
Berikut adalah 5 faktor kepribadian yang diukur oleh Big Five:
1. Openness
Openness adalah ketertarikan untuk mempelajari dan menerima hal-hal di luar yang biasa. Faktor ini mencerminkan kemauan dan kemampuan untuk beradaptasi pada konsep dan situasi baru. Openness meliputi dua sisi: intelek (filosofi dan abstraksi) dan pengalaman (imajinasi dan seni). Karena ini, faktor ini cenderung disebut Openness/Intellect.
2. Conscientiousness
Conscientiousness menggambarkan tanggung jawab dan sifat berhati-hati dan produktif. Faktor ini mengukur kecenderungan seseorang untuk menepati janji, bersifat terorganisir, dan termotivasi untuk mencapai tujuan. Dari kelima faktor yang ada, Conscientiousness mempunyai korelasi paling tinggi dengan performa kerja,
3. Extraversion
Extraversion mengukur reaksi energi terhadap situasi dan stimulasi sosial. Berlawanan dengan kepercayaan umum, Extraversion sebenarnya lebih luas daripada hanya pendiam-atau-cerewet, dan meliputi tingkat sensasi dan aktivitas yang ideal.
4. Agreeableness
Agreeableness mengukur orientasi interpersonal, lebih tepatnya kecenderungan seseorang untuk berperilaku menuju kompetisi atau kolaborasi. Faktor kepribadian ini menentukan jika seseorang akan peduli pada orang lain, atau jka mereka menganggap orang lain sebagai kompetisi dan akan mementingkan diri sendiri.
5. Neuroticism
Neuroticism mengukur toleransi stres dan kekuatan emosional dari seorang individu. Faktor ini melihat bagaimana seseorang menanggapi stres, terutama jika mereka akan cenderung melakukan mekanisme koping maladaptif, rentan pada pikiran negatif dan khawatir, dan kendali atas impuls dan amarah.
Myers-Briggs Type Indicator
Ringkasan
Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) adalah psikotes yang sangat populer dan bisa ditemukan di mana-mana dalam percakapan keseharian maupun medsos. Alat tes ini mengelompokkan kepribadian setiap individu menjadi “tipe” yang berasal dari 4 dikotomi, seperti INTJ atau ESFP.
MBTI dibuat di tahun 1944 oleh Katharine Briggs dan anaknya Isabel Myers berdasarkan teori yang diusulkan oleh Carl Jung. Mereka berdua tidak mempunyai pendidikan formal dalam psikologi dan hanya otodidak dalam bidang psikometri — Myers mengikuti magang dengan personnel manager sebuah bank untuk mempelajari metode statistik dasar sebelum membuat MBTI.
Walaupun populer, banyak bukti yang menunjukkan bahwa MBTI bukanlah alat ukur kepribadian yang valid dan reliabel.
Meskipun telah dikritik secara luas dan tidak mempunyai bukti akan validitas dan reliabilitas sebagai alat ukur psikometris, MBTI tetap menjadi psikotes yang populer hingga saat ini, terutama dalam kegunaan kasual dan rekreasi. Banyak perusahaan pun tetap menggunakan MBTI sebagai bagian tes rekrutmen.
Pengukuran
MBTI mengelompokkan orang dalam 16 ‘tipe’ kepribadian. Tipe-tipe ini didapatkan dari 4 dikotomi yang diukur dalam MBTI: Extraversion-Introversion, Sensing -Intuition, Thinking-Feeling, dan Judging-Perceiving.
Berbeda dengan kontinum, dikotomi mengusulkan bahwa jika Anda adalah suatu tipe, Anda hanya terpaku pada tipe itu saja. Misalnya, jika MBTI memberi hasil bahwa anda Ekstrovert, maka yang diusulkan adalah Anda tidak bisa mempunyai kecenderungan introvert sekecil apapun. Ini tidak akurat karena kepribadian yang 100% ekstrovert itu tidak realistis, dan juga nyatanya adalah kita semua mempunyai kecenderungan dalam kedua sisi.
Selain itu, kecenderungan untuk menyederhanakan kepribadian manusia yang rumit menjadi hanya 16 tipe menimbulkan kekhawatiran mengenai akurasi dan reliabilitas MBTI sebagai alat ukur kepribadian (lihat tabel di Bab 5).
Berikut ini adalah 4 dikotomi yang diukur di MBTI:
1. Extraversion-Introversion
Konsep Extraversion dalam MBTI mirip dengan dalam Big Five. Orang Ekstrovert cenderung mencari ke luar untuk aksi dan interaksi, sementara Introvert cenderung melihat ke dalam pikiran dan introspeksi. Extraversion di sini juga mengusulkan bahwa Ekstrovert ‘mengisi ulang’ tenaga mereka dengan interaksi sosial, sementara Introvert saat waktu menyendiri.
2. Intuition-Sensing
Ini adalah fungsi psikologis yang menjelaskan cara seseorang mengumpulkan informasi. Kepribadian tipe Intuition cenderung memilih informasi dari pola implisit atau prinsip dasar, sementara tipe Sensing lebih percaya data yang terlihat jelas dan detail.
3. Thinking-Feeling
Ini adalah fungsi psikologis yang menjelaskan proses pembuatan keputusan menggunakan informasi yang didapatkan sebelumnya. Tipe Thinking cenderung membuat keputusan secara logis, objektif, dan netral, sementara tipe Feeling mendasari keputusan mereka dengan empati, perasaan, dan dampak pada orang lain.
4. Judging-Perceiving
Judging and Perceiving adalah sikap seseorang terhadap kehidupan di dunia luar dan perilaku mereka di kehidupan sehari-hari. Kepribadian tipe Judging lebih suka membuat perencanaan yang rapi dan selesai dengan jelas. Kepribadian tipe Perceiving cenderung spontan dan tetap terbuka pada kesempatan sebelum membuat keputusan terlalu cepat.
DISC
Ringkasan
Psikotes DISC sebenarnya adalah alat psikotes untuk perilaku, bukan kepribadian. DISC mengukur 4 poin yang disebut behavior area: Dominance, Influence, Steadiness, dan Conscientiousness. Seperti MBTI, seorang individu akan dimasukkan ke dalam satu dari 12 profile, tergantung dari hasil tes.
DISC diterbitkan di tahun 1928 berdasarkan teori milik William Marston. Di samping memegang PhD dari Harvard, Martson juga berperan dalam penciptaan polygraph (alat uji kebohongan) dan Wonder Woman. DISC kemudian dikembangkan menjadi alat asesmen perilaku oleh Walter Clarke, seorang psikolog industri.
Sebagai sebuah psikotes, DISC mempunyai nilai baik dalam validitas dan reliabilitas, namun tidak prediktif — bahkan disebut sendiri di sebuah website DISC. Ini artinya DISC tidak mampu memprediksi performa kandidat atau tingkat kesuksesan masa depan. Ira Wolfe (2011) menulis bahwa Big Five mampu melakukan peran prediksi dengan jauh lebih baik. Selain itu, DISC mengukur perilaku, bukan kepribadian, dan perilaku sendiri bukanlah prediktor yang baik akan performa kerja.
Pengukuran
Dalam DISC, kepribadian manusia divisualisasi sebagai lingkaran. Setiap dari 4 behavior area mencakup satu kuadran, dan kepribadian Anda akan berada di satu titik dalam lingkaran tersebut, di atas salah satu kuadran. Lalu, tergantung posisi relatif dari kuadran tersebut, Anda akan dikelompokkan dalam salah satu dari 12 profile.
Seperti MBTI, DISC juga mempunyai kecenderungan mengklasifikasi kepribadian manusia menjadi ‘archetype’. Ini mengakibatkan DISC dianggap terlalu menyederhanakan, tidak lengkap dan tidak memadai sebagai alat ukur psikometris.
Berikut ini adalah 4 behavior area yang diukur dalam DISC:
1. Dominance
Dominance menggambarkan perilaku asertif, bertekad, dan kompetitif. Individu tipe D cenderung termotivasi oleh memenangkan kompetisi dengan orang lain dan melampaui tantangan dengan sukses. Mereka percaya diri dan terdorong untuk mencapai yang terbaik, walaupun terkadang terlihat tidak peka atau dapat menjadi sensitif akan kerentanan mereka.
2. Influence
Influence menggambarkan perilaku yang karismatik, persuasif, dan sosial. Orang-orang tipe I cenderung menjadi yang populer, menghargai pengakuan sosial dan membangun relasi. Karena memprioritaskan status dan pengaruh, terkadang sulit bagi tipe I untuk membuat keputusan yang berakibat konsekuensi sosial.
3. Steadiness
Steadiness mencakup perilaku tenang, suportif, dan berempati. Individu tipe S termotivasi oleh tindakan kebaikan, kerjasama, dan kesempatan untuk membantu orang lain dengan tulus. Mereka sangat mementingkan stabilitas dan kedamaian, sehingga cenderung tidak suka perubahan dan dapat dianggap menjadi terlalu toleran.
4. Conscientiousness
Conscientiousness di DISC cukup mirip dengan Big Five. Behavior area ini digambarkan sebagai berhati-hati, sistematis, dan teratur. Individu tipe C termotivasi oleh memberikan hasil kerja yang baik, dan hasil kerja mereka cenderung lebih teliti dan berkualitas. Namun mereka juga terbatas karena terkadang terlalu banyak mengambil waktu untuk analisis dan kurang mampu menghadapi kritik.
5. Validitas & Reliabilitas: Psikotes Mana Yang Terbaik?
Dengan banyaknya pilihan yang tersedia, terkadang jadi bingung untuk memilih psikotes yang akan digunakan dalam rekrutmen. Cara yang terbaik untuk mengukur kualitas psikotes kepribadian adalah dengan melihat validitas dan reliabilitas mereka.
- Memahami validitas dan reliabilitas
- Perbandingan Big Five vs. MBTI vs. DISC
- Psikotes kepribadian normative vs. ipsative
Memahami validitas dan reliabilitas
Validitas menguji jika psikotes benar-benar mengukur apa yang diklaim untuk diukur. Untuk menjadi valid, psikotes kepribadian harus mengukur kepribadian, bukan yang lain. Jadi, validitas tinggi menunjukkan bahwa item (pertanyaan) di dalam psikotes adalah relevan untuk tujuan tes.
Reliabilitas mengukur konsistensi dari hasil tes. Reliabilitas dicapai ketika Anda melakukan psikotes yang sama berkali-kali di dalam situasi yang identik dan mendapatkan hasil yang identik. Maka, reliabilitas tinggi menunjukkan bahwa hasil psikotes adalah akurat dan dapat dipercaya.
Sumber gambar: Columbia University
Perbandingan Big Five vs. MBTI vs. DISC
Setelah memahami makna validitas dan reliabilitas, mari kita mengevaluasi kualitas 3 psikotes kepribadian yang dibahas sebelumnya: Big Five, MBTI, dan DISC menggunakan kedua kriteria tersebut.
Untuk perbandingan ini, mari kita perdalam konsep validitas dan melihat pada validitas prediktif, yaitu salah satu dari beberapa tipe validitas psikotes. Validitas prediktif menguji apabila hasil psikotes yang didapatkan sekarang sesuai dengan hasil nyata di masa depan. Psikotes dianggap valid secara prediktif jika hasil kepribadian mampu memprediksi performa kerja masa depan dengan akurat.
Big Five
Studi terbaru dari John Johnson (2014) membuktikan bahwa alat ukur IPIP-NEO, yang menggunakan Big Five sebagai basis teoritis, adalah valid dan reliabel dengan koefisien reliabilitas yang berkisar antara 0.70 hingga 0.94. Penelitian lain oleh Roberts, Martin, dan Olaru (2015) menemukan bahwa konstruk-konstruk berbeda (faktor, aspect, dan facet) dalam Big Five mempunyai perbedaan yang jelas. Mereka juga menulis bahwa hasil tes ini bersifat universal — tetap konsisten dan tidak terpengaruhi waktu, budaya, dan konteks.
Ada banyak bukti bahwa Big Five adalah valid, reliabel, prediktif, dan lebih baik dibandingkan framework kepribadian lainnya.
Banyak studi lainnya telah menemukan bahwa Big Five terbukti dalam kapabilitasnya untuk memprediksi performa kandidat, kepuasan kerja, efektivitas pelatihan, organizational behavior, dan banyak aspek kerja lainnya. Inilah alasan mengapa para peneliti dan manajer menganggap Big Five sebagai framework kepribadian yang terbaik dibandingkan dengan yang lain.
Sumber: Roberts & Olaru, 2015
MBTI
Menurut Randy Stein dan Alexander Swan (2019), konsistensi MBTI hanyalah berdasarkan persepsi responden terhadap bagaimana hasil tes mencerminkan diri. Ini membuatnya sulit untuk mengukur validitas dan reliabilitas MBTI secara ilmiah menggunakan alat ukur lain yang sudah terverifikasi, maka membuat MBTI tidak valid dan tidak reliabel.
Selain itu, MBTI tidak mempunyai framework yang tepat untuk mengukur kepribadian. Dikarenakan oleh kontradiksi internal dan kurangnya validitas dan reliabilitas, MBTI tidak bisa digunakan untuk memprediksi individu di masa depan.
[...] the MBTI assessment is designed to be descriptive, not predictive.
- The Myers-Briggs Company
The Myers-Briggs Company menulis di sebuah white paper bahwa “asesmen MBTI tidak dirancang untuk memprediksi siapa yang akan paling sukses di pekerjaan tertentu” karena memang dimaksudkan untuk hanya menjadi deskriptif.
DISC
Walaupun DISC ditemukan valid (secara konstruk) dan reliabel, peneliti di Envisia Learning (2018) merasa skeptis tentang kemampuannya untuk mengukur efektivitas dan kesuksesan individu dalam kerja. Ini dikarenakan DISC hanya mengukur 4 dimensi (kuadran), yang dianggap tidak lengkap dan tidak memadai untuk menawarkan pandangan yang holistik akan kepribadian manusia. Maka, DISC valid secara konstruk, namun tidak valid secara prediktif.
Ira Wolfe, ahli SDM dan rekrutmen, menulis di 2011 bahwa DISC kurang efektif dalam memprediksi kesuksesan kerja, terutama karena yang diukur adalah perilaku, bukan kepribadian. Perilaku sendiri adalah prediktor yang lemah untuk performa kerja masa depan. Ini bahkan dikonfirmasi di sebuah website DISC yang menyatakan bahwa itu “bukan asesmen prediktif” dan “tidak direkomendasi untuk pre-employment screening”.
Bacaan Lanjutan: Soto, C. J. (2018). Big Five personality traits. In M. H. Bornstein, M. E. Arterberry, K. L. Fingerman, & J. E. Lansford (Eds.), The SAGE encyclopedia of lifespan human development (pp. 240-241). Thousand Oaks, CA: Sage.
Psikotes kepribadian normative vs. ipsative
Psikotes kepribadian dapat dibedakan menjadi dua tipe, yakni tes normative dan tes ipsative (Cattell, 1944). Perbedaannya adalah cara mereka membandingkan individu.
- Tes normative membandingkan individu dengan orang lain.
- Tes ipsative membandingkan individu dengan dirinya sendiri.
Tipe apa yang tepat untuk rekrutmen?
Untuk tujuan rekrutmen, tes normative adalah pilihan terbaik karena mampu membandingkan kandidat dengan kandidat lainnya. Menggunakan tes yang bukan normative dapat menyebabkan kesalahan rekrutmen dan berisiko merekrut kandidat yang tidak sesuai dengan pekerjaan, berperforma buruk, dan bahkan berhenti (resign) awal.
Tes normative
Psikotes normative mengukur nilai individu dalam setiap atribut psikologis dibandingkan dengan orang lain — misalnya, membandingkan nilai individu pada populasi pekerja umum. Ini adalah bersifat inter-individu (membandingkan orang dengan orang lain) dan mampu menjawab pertanyaan seperti:
- Seberapa asertif Anda dibandingkan orang lain?
- Seberapa ekstrovert Anda dibandingkan orang lain?
Tes normative adalah alat yang tepat untuk rekrutmen dan seleksi karena mampu membandingkan kandidat dan menentukan siapa yang lebih baik. Tes ini berguna untuk memprediksi performa dan menentukan kandidat mana yang paling berkemungkinan sukses dalam suatu pekerjaan.
Mayoritas psikotes kepribadian yang berbasis Big Five bersifat normative. Inilah mengapa Dream5 dibangun di atas Big Five untuk menghasilkan hasil tes yang paling akurat dan relevan untuk kegunaan rekrutmen.
Tes ipsative
Psikotes ipsative mengukur atribut psikologis dalam seorang individu tanpa membandingkan dengan orang lain. Ini bersifat intra-individu yang hanya membandingkan dengan diri sendiri, yakni:
- Sifat apa yang paling dominan di dalam diri Anda?
- Nilai-nilai hidup apa yang paling penting bagi Anda?
Tes ipsative dapat digunakan untuk pelatihan/pengembangan atau self-discovery, karena hanya membandingkan kecenderungan/orientasi psikologis dalam diri sendiri. Namun karena tidak dapat digunakan untuk membandingkan seseorang dengan orang lain, psikotes ipsative tidak disarankan untuk digunakan dalam rekrutmen dan seleksi.
MBTI dan DISC bersifat ipsative. Psikotes tersebut berguna untuk situasi dimana Anda tidak harus membandingkan seseorang dengan orang lain, namun tidak seharusnya digunakan dalam rekrutmen, dimana perbandingan antar individu adalah tujuan utama.
6. Psikotes Kepribadian Manual vs. Online
Ada dua cara untuk menggunakan psikotes kepribadian di dalam proses rekrutmen: manual atau online. Tergantung metodenya, psikotes kepribadian dapat mempermudah rekrutmen menjadi ambil psikotes → terima kandidat atau malah membuat pipeline rekrutmen menjadi lebih rumit.
Sekarang di 2021, kita juga harus mempertimbangkan protokol social distancing di tengah-tengah pandemi COVID-19 saat ini. Tes offline fisik sudah tidak menjadi pilihan karena perusahaan membawa semuanya online, termasuk psikotes kepribadian.
- Psikotes manual
- Psikotes online
Psikotes manual
Sebuah psikotes disebut manual ketika keterlibatan manusia dibutuhkan untuk proses yang dapat dilakukan oleh otomatisasi atau algoritma, seperti administrasi, data entry, organisasi data, etc. Ini membuat psikotes manual lebih berisiko pada human error dan ketidaktelitian.
Psikotes manual memiliki alur data yang tidak dioptimalkan. Hasil kertas fisik sangat rentan pada kerusakan atau kehilangan. Karena sulit diakses dan diorganisir, data cenderung ditinggal tidak digunakan dan terbuang.
Berikut adalah langkah-langkah yang terlibat dalam psikotes kepribadian manual yang tipikal:
1. Persiapan tes (1 hari)
Psikotes manual mengharuskan Anda untuk menyisihkan waktu mempersiapkan materi tes fisik: membeli kertas soal yang berlisensi (atau mencetaknya sendiri), menyewa beberapa ruangan untuk ujian, membuat jadwal administrator dan pengawas untuk hari ujian, etc.
2. Administrasi tes (7 hari)
Karena kandidat harus datang dan duduk secara fisik, kemungkinan besar ruangan akan harus digunakan selama beberapa hari. Selama periode ini, Anda akan memberikan psikotes pada kandidat dalam gelombang/batch (terutama untuk rekrutmen besar) bersama dengan pengawas.
Dengan larangan COVID-19 yang membatasi pertemuan fisik, psikotes offline manual tidak hanya akan menjadi lebih lama, tapi juga membawa risiko kesehatan yang serius akan karyawan dan kandidat Anda.
3. Penilaian manual (1 hari)
Setelah kertas ujian sudah diisi, Anda harus menilai setiap psikotes satu persatu dan memasukkan angka-angka ke dalam program spreadsheet seperti Excel (ini tetap manual karena Anda yang melakukan data entry). Bahkan dengan beberapa orang dalam tim rekrutmen, ini akan tetap mengambil waktu.
4. Interpretasi tes & hasil (2 hari)
Nilai tes kandidat butuh interpretasi agar dapat dimengerti. Tim rekrutmen akan butuh beberapa hari untuk berdiskusi dan memahami arti di balik angka-angka hasil psikotes, dan informasi yang bisa didapatkan mengenai kepribadian dan performa potensial setiap kandidat. Langkah ini melibatkan banyak perhitungan dan diskusi dengan tim rekrutmen Anda.
Total waktu diperlukan: 11 hari
Psikotes Online
Psikotes dapat disebut online dan digital ketika peran manusia hanya dibutuhkan untuk membuat keputusan. Komponen yang tidak membutuhkan inteligensi manusia diurus oleh otomatisasi dan algoritma. Ini membebaskan perekrut untuk fokus pada membuat keputusan dan mengurangi frekuensi human error, karena algoritma tidak membuat kesalahan yang dibuat manusia.
Selain menghemat waktu dan fokus, keuntungan dari psikotes online adalah data yang dioptimalkan. Hasil psikotes disimpan di dalam cloud yang tersentralisasi dan aman, mudah diakses dan diproses oleh sistem, sehingga data dapat digunakan untuk tujuan di luar rekrutmen: promosi, penilaian, dinamika tim, dan lebih lagi.
Psikotes online mengoptimalkan data untuk kegunaan lain di samping rekrutmen.
Untuk mengilustrasi cara kerja psikotes kepribadian yang online dan digital, mari melihat bagaimana Dreamtalent berperan dalam pipeline rekrutmen Anda:
1. Administrasi tes (1 hari)
Perekrut hanya perlu mengundang kandidat via email dan menentukan deadline. Kandidat kemudian akan menyelesaikan psikotes online tanpa harus membawa diri ke dalam suatu ruangan, tidak terhalang oleh larangan COVID-19 dan jauh lebih aman, cepat, dan efisien.
Psikotes yang lengkap di Dreamtalent membutuhkan sekitar 1.5 jam, jadi dapat diselesaikan dalam sehari saja bahkan untuk jumlah kandidat yang banyak.
2. Penilaian algoritma (instan)
Saat kandidat mengklik “Selesai”, jawaban mereka secara otomatis dikalkulasi dan hasilnya akan langsung tersedia. Karena kami menggunakan model Big Five, hasil psikotes kepribadian akan diperlihatkan dalam bentuk kontinum. Contohnya, kandidat akan diperlihatkan sebagai 70% ekstrovert, namun hasilnya juga mengakui 30% kecenderungan introvert dalam dirinya.
3. Interpretasi hasil (instan)
Mayoritas psikotes online tidak hanya memberikan angka, tapi juga penjelasan makna di balik nilai-nilai tersebut. Dreamtalent mempunyai laporan psikometris yang detail dan memberi deskripsi lengkap tentang kepribadian kandidat. Ini termasuk penugasan yang ideal, karier, lingkungan kerja, dan budaya kerja yang tepat untuk setiap individu.
Total waktu diperlukan: 1 hari
Catatan: perkiraan waktu yang dibutuhkan hanya mencakup psikotes dan interpretasi, dan tidak termasuk waktu perekrutan, orientasi, etc.
7. Interpretasi Hasil Psikotes Kepribadian
Bagaimana cara yang benar untuk menggunakan hasil psikotes dalam proses rekrutmen? Ada banyak kesalahpahaman tentang bagaimana cara membaca dan menerapkan hasil tes (seperti hanya bergantung pada psikotes kepribadian saja). Mari kita bahas cara yang tepat untuk menginterpretasi dan menggunakan psikotes kepribadian untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam rekrutmen.
- Gunakan sebagai komplemen
- Pertimbangan untuk self-reporting
- [Sampel] Interpretasi dalam Dreamtalent
Gunakan sebagai komplemen
Jangan hanya bergantung pada psikotes dan bukan yang lain. Psikotes kepribadian tidak pernah dimaksudkan untuk digunakan sendirian, tapi seharusnya digunakan sebagai komplementer untuk interview, tes inteligensi, screening resume, dan metode seleksi lainnya. Psikotes adalah bagian yang penting dari sekumpulan asesmen untuk memastikan akurasi dan kualitas rekrutmen.
Mari lihat kembali grafik di Bab 3. Menurut psikolog Frank Schmidt, jika digunakan secara terpisah, metode seleksi akan memberi performa yang buruk. Namun ketika digunakan secara berdampingan sebagai sebuah multi-measure test, psikotes kepribadian meningkatkan validitas prediktif hingga lebih dari 0.71 — lebih tinggi dari tes inteligensi saja.
Hasil psikotes kepribadian tidak seharusnya diinterpretasi dalam isolasi.
Jadi cara yang tepat untuk menerapkan hasil psikotes kepribadian adalah untuk tidak menginterpretasinya dalam isolasi. Perekrut seharusnya mereferensi kepribadian kandidat dengan hasil interview dan kemampuan kognitif. Lagipula, keterampilan dan pengalaman tetaplah keperluan untuk menjamin performa baik. Kepribadian adalah tentang mencari fit (kesesuaian) dari keterampilan dan pengalaman tersebut ke dalam pekerjaan dan budaya kerja yang tepat.
Sumber: Schmidt, 2013
Pertimbangan untuk self-reporting
Semua psikotes kepribadian bersifat self-reporting (laporan diri). Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai preferensi dan persepsi individu. Berbeda dengan tes inteligensi, orang bisa melebihkan atau meremehkan respon dalam psikotes kepribadian, secara sadar ataupun tanpa sadar. Respon mereka tergantung bagaimana kandidat melihat diri sendiri.
Fenomena ini disebut social desirability responding (SDR) atau social desirability bias, dan kerap terjadi di semua jenis psikotes kepribadian. Di sisi baiknya, Dreamtalent telah mengambil langkah-langkah untuk mendeteksi dan mencegah SDR dan mempertahankan akurasi hasil tes kami.
Untuk baca lebih detail mengenai SDR dan bagaimana Dreamtalent menanganinya, silahkan buka Bab 10 dari panduan ini.
[Sampel] Interpretasi dalam Dreamtalent
Psikotes kepribadian dalam Dreamtalent (berjudul Dream5) memberikan deskripsi detail akan seorang individu di samping nilai berbentuk angka. Ini memberi makna di balik angka-angka dan juga membantu perekrut untuk menggunakan informasi ini berdampingan dengan interview dan tes lainnya.
Sampel hasi tes di Dreamtalent.
8. [Sampel] Facet Kepribadian Spesifik Untuk Sales
Setiap pekerjaan membutuhkan bukan hanya keterampilan masing-masing, namun juga kepribadian yang spesifik untuk memastikan fit dan performa yang baik dalam kandidat. Contohnya, posisi akuntansi membutuhkan seseorang yang mengikuti peraturan dengan ketat, namun kepribadian seperti itu kurang cocok dalam pekerjaan desain yang mengharuskan Anda untuk berpikir di luar kotak.
Dari penelitian kami di Dreamtalent, kami telah membuat sejumlah “template” kepribadian yang spesifik untuk setiap pekerjaan. Setelah menganalisis aktivitas dan persyaratan dari setiap pekerjaan, kami menemukan facet-facet kepribadian yang dibutuhkan untuk sukses di pekerjaan tersebut.
Setiap pekerjaan membutuhkan tipe facet kepribadian yang spesifik untuk fit yang terbaik.
Sebagai contoh, berikut adalah facet kepribadian spesifik yang dibutuhkan oleh kandidat untuk berperforma baik dalam sales, diukur dengan Dream5 Personality Assessment. Hanya dari daftar ini, kita melihat bahwa sales membutuhkan persistensi, orientasi sosial, dan stabilitas emosional. Ini memberikan kita gambaran lebih jelas mengenai kandidat yang mempunyai fit terbaik.
- [Conscientiousness] Ambition
- [Conscientiousness] Discipline
- [Extraversion] Togetherness
- [Extraversion] Friendliness
- [Neuroticism] Self-Perception
Ambition
Facet ini berada di bawah Diligence (Big Five: Conscientiousness). Ambition adalah dorongan dan motivasi untuk mencapai sukses dan memberikan hasil yang terbaik. Individu dengan facet ini akan selalu berusaha untuk mencapai dan melampaui ekspektasi dan terus menetapkan target yang lebih tinggi untuk diri sendiri.
Ambition diperlukan karena sales adalah pekerjaan yang sangat menuntut hasil. Banyak target dan kuota yang harus dipenuhi. Seseorang yang tinggi dalam Ambition akan termotivasi dengan tantangan ini dan cenderung memberikan hasil yang berkualitas.
Discipline
Discipline adalah facet lain di bawah Diligence, menggambarkan kemampuan untuk menembus kesulitan dan menyelesaikan apa yang dimulai. Facet ini termasuk inisiatif untuk memulai tugas, kemampuan untuk menahan godaan dan gangguan, dan tekad untuk mengatasi tantangan tanpa menyerah hingga selesai.
Facet ini sangat relevan untuk sales, sebuah pekerjaan yang sangat menantang bahkan untuk yang berpengalaman. Discipline adalah facet kepribadian yang penting dicari dalam kandidat sales untuk memastikan bahwa mereka tidak akan menyerah setelah mengalami penolakan yang tidak bisa dihindari.
Togetherness
Togetherness adalah sebuah facet di dalam Extraversion. Facet ini mengukur preferensi untuk berada di tengah-tengah kerumunan dan pusat perhatian. Seseorang yang tinggi dalam Togetherness akan merasa bersemangat dan termotivasi jika berada dengan orang banyak.
Terlihat jelas mengapa facet ini dibutuhkan dalam pekerjaan yang sangat berorientasi sosial. Kandidat yang baik harus merasa nyaman — dan termotivasi — dengan berinteraksi dengan banyak orang, bertemu orang baru, ngobrol dengan klien, dan lainnya untuk sukses dalam sales.
Friendliness
Pada dasarnya, Friendliness mengukur seberapa mudahnya seseorang dapat berteman. Facet dalam Extraversion ini mengukur seberapa positifnya Anda bereaksi dengan orang yang baru ditemui. Mereka yang memiliki nilai tinggi akan bersikap hangat dan ramah pada orang yang baru dikenal, dan akan lebih mudah untuk menjalin relasi, yang merupakan hal penting dalam sales.
Kandidat dengan nilai Friendliness yang tinggi akan mampu memberikan kesan pertama yang baik untuk klien dan membuat orang-orang merasa nyaman berbicara dengannya, yang mempermudah mereka untuk membuat koneksi dan kontak dengan cepat.
Self-Perception
Self-Perception adalah facet di bawah Mood (Big Five: Neuroticism). Ini mengukur seberapa positifnya seseorang melihat diri sendiri. Dengan nilai tinggi dalam Self-Perception, seorang individu akan menjadi lebih percaya diri dan tidak mudah merasa malu atau tersinggung oleh opini orang lain.
Dalam sales, seseorang akan ditolak, diabaikan, dan dihadapi dengan kata-kata kasar setiap harinya. Tanpa rasa percaya diri yang cukup, akan mudah untuk kehilangan motivasi. Mengukur kandidat dalam Self-Perception memungkinkan perekrut untuk menandai kandidat yang paling mampu menghadapi tantangan ini.
9. Apakah Ada Tipe Kepribadian Yang “Paling Bagus”?
Jawab singkat, tidak. Tidak ada satu tipe kepribadian yang dipastikan akan berperforma baik di semua situasi. Dengan inteligensi, lebih masuk akal untuk menganggap bahwa IQ tinggi mengacu pada performa tinggi di pekerjaan apapun. Namun hal yang sama tidak bisa dikatakan tentang kepribadian.
Tidak ada kepribadian yang paling “bagus” atau “jelek”, namun hanya fit yang baik atau buruk dengan pekerjaan.
Mengapa? Karena berbeda dengan inteligensi, kepribadian adalah sebuah kontinum. Tujuannya bukan untuk meraih nilai tertinggi seperti IQ, namun mencari tahu dimana posisi Anda di dalam kontinum tersebut. Dalam kepribadian, nilai rendah tidak selalu berarti buruk, namun berarti nilai tinggi di sisi lain kontinum. Extraversion rendah berarti Introversion tinggi, vice versa.
- Fit terbaik, bukan kepribadian terbaik
- Mengarahkan vs. menolak kandidat
Fit terbaik, bukan kepribadian terbaik
Banyak yang berpikir bahwa ada beberapa faktor kepribadian yang pasti selalu diinginkan untuk pekerjaan apapun, misalnya Conscientiousness tinggi. Walaupun faktor tersebut mempunyai korelasi tertinggi dengan performa kerja, facet-facet yang ada di dalamnya tetap spesifik pada setiap pekerjaan. Akuntansi membutuhkan Cautiousness (berhati-hati) tinggi, namun terlalu tinggi dapat memperlambat performa dalam pekerjaan yang mengharuskan gerak dan adaptasi cepat, seperti sales.
Maka, pertanyaan yang lebih tepat adalah: apakah ada tipe kepribadian yang terbaik untuk pekerjaan spesifik dan budaya kerja spesifik? Di titik ini, kita tidak lagi membahas kepribadian yang “terbaik”, melainkan fit yang terbaik.
Menolak vs. mengarahkan kandidat
Sama halnya dengan tidak ada yang namanya kepribadian “terbaik” untuk semua pekerjaan, juga tidak ada tipe kepribadian yang “jelek”, melainkan fit yang kurang. Kepribadian tersebut akan lebih fit (sesuai) di pekerjaan yang berbeda dan membutuhkan perilaku yang berbeda.
Sebelumnya di Bab 2 kita sempat membahas mengarahkan kandidat daripada menolak mereka. Ketika kandidat menunjukkan keterampilan dan potensi yang baik, namun kepribadian kurang fit dengan pekerjaan yang dilamar, apakah lebih baik untuk ditolak dibandingkan diarahkan menuju pekerjaan lain yang lebih sesuai untuk mereka?
Suruh kandidat melakukan psikotes kepribadian untuk job forecasting untuk melihat posisi mana saja yang paling fit untuk kepribadian mereka, dimana mereka dapat merasa terpenuhi dan memaksimalkan kemampuan mereka. Dengan memahami fit kepribadian kandidat, Anda dapat mengubah penolakan menjadi aset perusahaan yang berharga.
10. Apakah Bisa Nyontek Di Psikotes Kepribadian?
Tidak ada asesmen self-reporting yang 100% tidak dapat diakali, Sama halnya dengan resume palsu dan bohong dalam interview, secara teknis hal yang serupa dapat dilakukan dalam psikotes kepribadian. Namun sama seperti resume palsu, pasti akan ketahuan pada akhirnya ketika perilaku asli tidak mencerminkan hasil yang dilaporkan pada psikotes kepribadian.
Tidak ada psikotes yang 100% tidak dapat diakali, tapi kita dapat menerapkan langkah untuk mencegah dan mendeteksi SDR untuk membuat tes lebih akurat.
Kita tetap berusaha untuk mencegah kebohongan dalam psikotes kepribadian daripada mengetahuinya saat sudah terlambat. Berita baiknya adalah ada cara untuk melakukan ini, dan berhubungan dengan fenomena yang bernama social desirability responding (SDR) yang sempat dibahas di Bab 7.
- Apa itu social desirability responding?
- Tipe-tipe SDR
- Cara Dreamtalent mengurangi SDR
Apa itu social desirability responding?
Social desirability responding (SDR) adalah kecenderungan responden untuk memilih jawaban yang membuat mereka terlihat lebih baik dibandingkan jawaban yang jujur dan benar-benar menggambarkan diri. Mereka cenderung “over-reporting” (melebih-lebihkan) pada item positif dan “under-reporting” (mengecil-kecilkan) pada item negatif. Respon yang tidak jujur ini dapat memberi hasil yang kurang akurat akan kepribadian seorang individu.
SDR lebih sering ditemukan jika sebuah tes bersifat “risiko tinggi”, seperti melamar kerja. Tentunya, kandidat akan ingin memberikan jawaban yang “benar” untuk mendapatkan tawaran kerja. Ini bisa menjadi keputusan yang dibuat secara sadar maupun tanpa sadar.
Lihat saja item-item seperti “Saya cenderung bekerja keras” atau “Saya selalu datang tepat waktu”. Item-item seperti ini terlalu dapat dibaca bahwa mereka mengukur Conscientiousness dan kandidat pasti akan memilih jawaban “Sangat Setuju”, karena menurut mereka itulah yang dicari oleh perekrut.
Tipe-Tipe SDR
SDR terdiri dari banyak dimensi, 3 darinya diukur di dalam Dreamtalent.
Cara Dreamtalent mengurangi SDR
Kami sadar akan tantangan yang dihadapi perekrut dengan SDR. Walaupun tidak ada psikotes self-report yang 100% tidak bisa diakali, Dreamtalent mengambil langkah-langkah untuk mengurangi kemungkinan SDR dan mendeteksi jika terjadi untuk memastikan kualitas hasil psikotes kepribadian kami.
Skala semantic differential
Psikotes kepribadian self-report di Dreamtalent disampaikan menggunakan skala semantic differential. Item-item ditulis menggunakan bahasa yang kasual dan mudah dimengerti, sehingga responden merasa lebih terlibat dan tidak lelah, dan juga tidak terlalu memperlihatkan apa yang diukur dari pertanyaan tersebut.
Contohnya, item “Saya selalu siap membantu orang lain” ditulis ulang menjadi “Kamu lagi bokek, tapi teman kamu minta pinjam duit.” Karena terkesan seperti situasi sehari-hari, kandidat dapat merasa terhubung dan menjawab dengan jujur seakan-akan mereka benar-benar berada di dalam skenario.
UI interaktif dan ringan
Dreamtalent mempunyai UI yang interaktif dan gamified yang meningkatkan pengalaman kandidat saat melakukan psikotes kepribadian. Kami menggabungkan elemen seperti memilih sampul buku yang paling menarik, atau memberi “like” pada postingan medsos yang paling disetujui. Anda bisa mencoba sendiri di sini.
Psikotes kepribadian yang ringan dan gamified lebih menarik untuk kandidat dibanding ujian kertas yang terlihat serius. Medium yang interaktif ini juga membantu mengurangi “risiko” dari psikotes kepribadian dalam Dreamtalent, dan bersama dengan bahasa item yang kasual, mengurangi dan mencegah SDR secara sadar maupun tanpa sadar.
11. Apakah Dianjurkan Buat Psikotes Sendiri?
Banyak perusahaan besar memilih untuk membuat psikotes kepribadian sendiri untuk digunakan dalam rekrutmen — karena mereka mampu menutupi biayanya. Walaupun tidak mustahil, membangun psikotes sendiri dari nol adalah upaya besar yang membutuhkan investasi besar dan komitmen waktu dan sumber daya untuk membuat asesmen kepribadian yang valid dan pantas.
Membangun psikotes yang valid dan reliabel dari nol adalah upaya besar yang melibatkan banyak investasi dan risiko.
Mari telusuri proses di balik pembuatan psikotes kepribadian, risiko menggunakan psikotes yang tidak baik, dan mengapa kebanyakan perusahaan lebih memilih untuk bekerja sama dengan spesialis penyedia tes psikometris.
- Cara membuat psikotes kepribadian
- Biaya dan risiko membuat psikotes sendiri
Cara membuat psikotes kepribadian
Membangun sebuah alat ukur psikometris bukanlah hal kecil, termasuk psikotes kepribadian. Ini dimulai dengan bertahun-tahun studi dan mendapatkan minimal S2 di psikologi dan/atau psikometri, gelar psikolog (yang merupakan ahlinya di bidang perilaku manusia), atau S1 dengan pengalaman yang banyak.
Berikut ini adalah proses yang disederhanakan menggambarkan penelitian dan pengembangan alat-alat ukur psikotes kami di Dreamtalent. Ini menunjukkan langkah-langkah penting dalam membuat sebuah psikotes kepribadian dari nol, dan belum termasuk tes statistik, mencari ribuan sampel, dan bertahun-tahun kerja keras dan kalkulasi untuk akhirnya menciptakan alat ukur yang valid dan reliabel.
1. Konseptualisasi Tes
Susun rencana atau konsep akan alat asesmen yang ingin dibuat. Apa yang ingin diukur? Apa tujuan tes ini? Framework apa yang paling baik untuk tujuan tersebut?
- Peninjauan literatur
- Peninjauan teori
2. Konstruksi Tes
Setelah basis konseptual dan teoritis sudah dipadatkan, maka konstruksi tes bisa dimulai. Ini termasuk menulis item dan membangun sistem penilaian.
- Pembuatan skala
- Pembuatan item
- Sistem penilaian
3. Tryout Tes
Setelah konstruksi tes selesai, purwarupa psikotes harus lolos berbagai tes statistik untuk memastikan keterbacaan, validitas, dan reliabilitas.
- Tes keterbacaan
- Confirmatory factor analysis
- Tes Cronbach’s alpha
4. Analisis Item
Lalu, item (pertanyaan) di dalam psikotes tersebut harus diuji untuk memastikan kualitas dan kemampuan untuk mengukur dan membedakan individu.
- Factor analysis
- Tes corrected item-total correlation
5. Revisi Tes
Lalu, kelemahan dan kekurangan dalam psikotes akan terlihat setelah tes selesai. Inilah waktu untuk mendesain dan mengimplementasi berbagai macam revisi dan melakukan tes-tes tersebut lagi dari awal hingga psikotes memenuhi kriteria untuk penggunaan dunia nyata.
- Revisi item
- Revisi skala
- Revisi penilaian
- Revisi teori
6. Norming
Tadi hanya membuat alat ukur. Hanya setelah itu semua selesai, kita bisa mulai norming untuk mengkategorisasi dan menginterpretasi hasil tes dengan efektif dan benar.
...dan banyak lagi.
Sumber: Cohen & Swerdik, 2005
Biaya dan risiko membuat psikotes sendiri
Biaya
Pertama-tama, Anda akan butuh tim khusus yang terdiri dari peneliti dan psikolog jika benar-benar serius untuk membangun psikotes kepribadian sendiri. Tim ini harus berkualifikasi untuk mendesain alat psikometris, yang berarti mengharuskan adanya gelar S3 (doktor) sebagai validatornya.
Jika tim ini bekerja full time, tetap akan butuh waktu bertahun-tahun hanya untuk membuat purwarupa psikotes yang dapat digunakan. Dreamtalent sendiri telah menjalani lebih dari 3 tahun penelitian dan pengembangan dan proses ini tidak akan berhenti dengan database yang berkembang dan alat ukur yang terus diperbarui.
Di samping itu, tim tersebut butuh melakukan pilot test, focus group, dan mengumpulkan ribuan sampel data untuk penelitian, dan ini biasanya meliputi memberikan kompensasi pada subjek tes.
Risiko
Terkadang ada perusahaan yang ingin melewati hal-hal statistik dan hanya menyalin pertanyaan dari buku psikotes atau online. Ini bukanlah cara yang benar untuk membuat psikotes kepribadian, secara akademis maupun legal, dan tes ini akibatnya tidak valid dan tidak reliabel.
Psikotes kepribadian yang tidak valid dan reliabel akan memberikan hasil yang juga tidak valid dan reliabel. Psikotes yang dibuat dengan buruk dapat memberikan hasil yang mengelirukan keputusan dalam rekrutmen. Pada titik ini, bahkan lebih baik untuk tidak menggunakan psikotes daripada menggunakan psikotes yang mengelirukan.
Lebih pentingya, akibat hukum dari psikotes yang tidak dibuat dengan baik adalah cukup serius. Selain masalah hak cipta, asesmen yang tidak memenuhi kriteria dapat dianggap mendiskriminasi kandidat, bahkan jika tanpa sengaja. Semua negara termasuk Indonesia mempunyai hukum yang melindungi orang dari diskriminasi dalam rekrutmen.
Maka, perusahaan sadar bahwa jauh lebih mudah untuk membiarkan para ahli psikotes kepribadian yang mengurusnya. Penyedia asesmen psikometris seperti Dreamtalent telah melakukan segala penelitian dan pengujian untuk Anda, dan validitas dan reliabilitas tes dan hasilnya sudah dipastikan, sehingga perusahaan dapat mendapatkan manfaat dari alat ukur kepribadian yang prediktif tanpa harus membuatnya sendiri dari nol.
12. Dream5: Psikotes Kepribadian Oleh Dreamtalent
Psikotes kepribadian dalam Dreamtalent yang berjudul Dream5 dikembangkan untuk satu tujuan: membantu perekrut menemukan kandidat yang tepat dengan kepribadian yang paling fit dengan pekerjaan dan budaya perusahaan. Selain menghindari menerima orang yang salah, Dream5 juga membantu perekrut untuk melihat kelebihan-kelebihan yang tersembunyi di balik kepribadian kandidat, yang tidak muncul di resume maupun interview.
Inilah bagaimana Dream5 mengukur kepribadian kandidat dan memproses data menjadi informasi yang siap digunakan dalam keputusan:
- Tentang Dream5
- Skala Likert 6 poin dan semantic differential
- Studi validitas dan reliabilitas yang tiada henti
- Mencocokkan kepribadian dengan budaya
- Norma Indonesia
Tentang Dream5
Psikotes kepribadian kami dibangun di atas model Big Five. Dream5 mengukur 5 dimensi kepribadian yang bercabang menjadi 30 facet dari seorang individu. Dimensi ini mencerminkan Big Five karena kami menentukan bahwa faktor-faktor tersebut tetap relevan, lalu kemudian dikembangan dalam Dream5 untuk lebih memenuhi tujuan rekrutmen.
Skala Likert 6 poin dan semantic differential
Di dalam skala Likert, responden menjawab pertanyaan dengan memberi “rating” seberapa setuju atau tidak setujunya mereka dengan pernyataan. Di Dream5, kami menggunakan skala Likert 6 poin yang tidak menawarkan pilihan tengah/netral. Metode forced choice ini mendorong kandidat untuk benar-benar berpikir dan memilih jawaban yang paling mencerminkan kepribadian mereka.
Seperti yang dibahas sebelumnya, Dream5 juga menggunakan skala semantic differential. Melainkan skala Sangat Setuju - Sangat Tidak Setuju, item dan jawaban ditulis dalam bahasa yang kasual, realistis, dan mudah dicerna. Ini bukan hanya mengurangi “risiko” dari psikotes, namun juga melibatkan responden untuk menjawab sejujur mungkin seakan-akan mereka benar-benar berada di dalam skenario tersebut.
Skala ini sangat berguna dalam mengurangi social desirability responding (SDR) dan central tendency (memilih jawaban netral) seperti yang dijelaskan oleh Rungson Chomeya (2010), yang meningkatkan akurasi dan reliabilitas hasil tes di Dream5.
Studi validitas dan reliabilitas yang tiada henti
Validitas dan reliabilitas adalah bukti kualitas sebuah alat ukur psikometris. Untuk Dream5, kami menggunakan metode factor analysis untuk menguji validitas, dan Cronbach’s alpha untuk menguji reliabilitas yang menekankan pada konsistensi internal. Standar untuk psikotes kepribadian adalah 0.20 factor loading untuk validitas dan 0.700 Cronbach’s alpha untuk reliabilitas. Di studi terakhir kami, Dream5 memiliki nilai yang berkisar antara 0.77 - 0.91 untuk validitas dan 0.742 - 0.875 untuk reliabilitas. Ini membuktikan bahwa Dream5 adalah psikotes kepribadian yang valid dan reliabel.
Namun studi tidak berakhir di situ saja. Dengan database yang terus berkembang dan item yang direvisi dan diperbarui, studi validitas dan reliabilitas akan terus dilakukan secara rutin untuk memonitor dan meningkatkan kualitas Dream5 sebagai alat ukur kepribadian untuk rekrutmen.
Mencocokkan kepribadian dengan budaya
Dream5 tidak hanya mengukur kepribadian kandidat untuk job fit. Yang membuatnya berbeda adalah Dream5 juga menganalisis fit antara kepribadian dan budaya perusahaan. Culture fit adalah aspek yang penting dalam Person-Job Fit, yang menentukan performa, komitmen, dan motivasi kandidat.
Dreamtalent tidak hanya mengukur fit kepribadian dengan pekerjaan, namun juga dengan budaya perusahaan.
Setelah representatif perusahaan (biasanya seorang manajer) melengkapi asesmen budaya, sistem kami menganalisis data dan memberitahu perekrut tentang fit antara kandidat dan budaya perusahaan. Ini membantu perekrut untuk menemukan kandidat yang tidak hanya fit dengan pekerjaannya, namun juga dengan perusahaan.
Norma Indonesia
Item dan jawaban di dalam Dream5 diadaptasi untuk memadai norma dan budaya Indonesia, yang menambahkan “rasa lokal” yang unik pada psikotes kepribadian. Ini membuat psikotes kami lebih relevan untuk mengukur kandidat di Indonesia dengan tujuan rekrutmen.
Semua asesmen termasuk Dream5 tersedia dalam Bahasa Indonesia. Asesmen dual language termasuk Bahasa Inggris sedang berada dalam pengembangan.
Selamat!
Selamat sudah mencapai akhir dari panduan ini! Sekarang Anda tentunya sudah memahami hampir semua yang perlu diketahui tentang psikotes kepribadian untuk rekrutmen. Jika Anda siap merasakan manfaat psikotes kepribadian untuk rekrutmen Anda, silahkan aktifkan akses gratis 14 hari di Dreamtalent untuk mencoba alat ukur yang prediktif sekarang!
References
- Agarwal, D., 2018. Here Is How Bias Can Affect Recruitment In Your Organisation. [online] Forbes. [Accessed 15 April 2020].
- Ehrhart, K. and Makransky, G., 2007. Testing Vocational Interests and Personality as Predictors of Person-Vocation and Person-Job Fit. Journal of Career Assessment, 15(2), pp.206-226.
- Feist, J. and Feist, G., 2009. Theories Of Personality. New York: McGraw-Hill Higher Education.
- Gallup, I., 2020. This Fixable Problem Costs U.S. Businesses $1 Trillion. [online] Gallup.com. [Accessed 15 April 2020].
- Gasca, P., 2019. What One Employee Nightmare Taught Me About Hiring. [online] Inc.com. [Accessed 15 April 2020].
- Lovelace, K. and Rosen, B., 1996. Differences in Achieving Person-Organization Fit among Diverse Groups of Managers. Journal of Management, 22(5), pp.703-722.
- Murphy, M., 2014. The Hidden Flaw In Behavioral Interview Questions. [online] Forbes. [Accessed 15 April 2020].
- Prnewswire.com. 2020. Nearly Three In Four Employers Affected By A Bad Hire, According To A Recent Careerbuilder Survey. [online] [Accessed 15 April 2020].
- Pavlou, C., n.d. Unconscious Bias In Recruitment: How Can You Remove It? | Workable. [online] Recruiting Resources: How to Recruit and Hire Better. [Accessed 15 April 2020].
- Rework.withgoogle.com. 2020. Re:Work. [online] [Accessed 15 April 2020].
- Schmidt, F., 2013. In: 2013 PTCMW Fall Event.
- Schmidt, F. and Hunter, J., 1998. The validity and utility of selection methods in personnel psychology: Practical and theoretical implications of 85 years of research findings. Psychological Bulletin, 124(2), pp.262-274.
- Tinsley, H., 2000. The Congruence Myth: An Analysis of the Efficacy of the Person–Environment Fit Model. Journal of Vocational Behavior, 56(2), pp.147-179.
- Tyler Tufte, J., n.d. Hiring & Interviewing Handbook. [online] Vcsu.edu. [Accessed 15 April 2020].
- Winsborough, D. and Chamorro-Premuzic, T., 2017. Great Teams Are About Personalities, Not Just Skills. [online] Harvard Business Review. [Accessed 15 April 2020].
- Roberts, Richard & Olaru, Gabriel. (2015). A Rosetta Stone for Noncognitive Skills Understanding, Assessing, and Enhancing Noncognitive Skills in Primary and Secondary Education.
- Klang, A. (2012). The Relationship between Personality and Job Performance in Sales: : A Replication of Past Research and an Extension to a Swedish Context (Dissertation).
- Amazure.envisialearning.com. 2019. DISC based personality assessment [online] [Accessed 15 April 2020].
- Corr, P. and Matthews, G., 2009. The Cambridge Handbook Of Personality Psychology. Cambridge: Cambridge University Press.
- Digman, J., 1990. Personality Structure: Emergence of the Five-Factor Model. Annual Review of Psychology, 41(1), pp.417-440.
- DiSCProfile.com. 2020. Disc Profile - William Moulton Marston: Short Bio. [online] [Accessed 15 April 2020].
- DiSC Profiles. 2020. Faqs About Disc | Disc Profiles. [online] [Accessed 15 April 2020].
- Johnson, J., 2014. Measuring thirty facets of the Five Factor Model with a 120-item public domain inventory: Development of the IPIP-NEO-120. Journal of Research in Personality, 51, pp.78-89.
- Judge, T., Rodell, J., Klinger, R., Simon, L. and Crawford, E., 2013. Hierarchical representations of the five-factor model of personality in predicting job performance: Integrating three organizing frameworks with two theoretical perspectives. Journal of Applied Psychology, 98(6), pp.875-925.
- Juhász, M., 2010. Influence of personality on Teamwork behaviour and communication. Periodica Polytechnica Social and Management Sciences, 18(2), p.61.
- Jung, C., 1921. Psychological Types.
- Locander, D., Mulki, J. and Weinberg, F., 2014. How Do Salespeople Make Decisions? The Role of Emotions and Deliberation on Adaptive Selling, and the Moderating Role of Intuition. Psychology & Marketing, 31(6), pp.387-403.
- Myers, I. and Myers, P., 1995. Gifts Differing. Palo Alto, Calif.: Davies-Black Pub.
- Ccnmtl.columbia.edu. 2020. QMSS E-Lessons | Validity And Reliability. [online] [Accessed 15 April 2020].
- Stein, R. and Swan, A., 2019. Evaluating the validity of Myers-Briggs Type Indicator theory: A teaching tool and window into intuitive psychology. Social and Personality Psychology Compass, 13(2), p.e12434.
- Wolfe, I., 2011. DISC Assessment Test Is Bad For The Employee Screening Process. [online] [Accessed 15 April 2020].
- Ziegler, M., Bensch, D., Maaß, U., Schult, V., Vogel, M. and Bühner, M., 2014. Big Five facets as predictor of job training performance: The role of specific job demands. Learning and Individual Differences, 29, pp.1-7.
- Soto, C. J. (2018). Big Five personality traits. In M. H. Bornstein, M. E. Arterberry, K. L. Fingerman, & J. E. Lansford (Eds.), The SAGE encyclopedia of lifespan human development (pp. 240-241). Thousand Oaks, CA: Sage.
- Cohen, R.J. & Swerdlik, M.E. (2005) Psychological Testing and Assessment (6th Edition). New York: McGraw Hill
- Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
- CultureIQ. 2020. Assessments In Hiring: To Use Or Not To Use? - Cultureiq. [online] [Accessed 15 April 2020].
- Chomeya, R., 2010. Quality of Psychology Test Between Likert Scale 5 and 6 Points. Journal of Social Sciences, 6(3), pp.399-403.
- Ehrhart, K. and Ziegert, J., 2005. Why Are Individuals Attracted to Organizations?. Journal of Management, 31(6), pp.901-919.
- Garcia, D. and González Moraga, F., 2017. The Dark Cube: dark character profiles and OCEAN. PeerJ, 5, p.e3845.
- Hunter, J., Gerbing, D. and Boster, F., 1982. Machiavellian beliefs and personality: Construct invalidity of the Machiavellianism dimension. Journal of Personality and Social Psychology, 43(6), pp.1293-1305.
- Lopes, J. and Fletcher, C., 2004. FAIRNESS OF IMPRESSION MANAGEMENT IN EMPLOYMENT INTERVIEWS: A CROSS-COUNTRY STUDY OF THE ROLE OF EQUITY AND MACHIAVELLIANISM. Social Behavior and Personality: an international journal, 32(8), pp.747-768.
- Paulhus, D. and Williams, K., 2002. The Dark Triad of personality: Narcissism, Machiavellianism, and psychopathy. Journal of Research in Personality, 36(6), pp.556-563.
- Penney, L. and Spector, P., 2002. Narcissism and Counterproductive Work Behavior: Do Bigger Egos Mean Bigger Problems?. International Journal of Selection and Assessment, 10(1&2), pp.126-134.
- Salkind, N., 2007. Encyclopedia of Measurement and Statistics.
- Stein, R. and Swan, A., 2019. Evaluating the validity of Myers-Briggs Type Indicator theory: A teaching tool and window into intuitive psychology. Social and Personality Psychology Compass, 13(2), p.e12434.
- Takahashi, H., Ban, M. and Asada, M., 2016. Semantic Differential Scale Method Can Reveal Multi-Dimensional Aspects of Mind Perception. Frontiers in Psychology, 7.
- Kerwin, P., 2018. Creating clarity: Addressing misconceptions about the MBTI® assessment. The Myers-Briggs Company.
- Cattell, R. B. (1944). Psychological measurement: normative, ipsative, interactive. Psychological Review, 51(5), 292–303.