Summary. Akhir-akhir ini Gen Z cukup viral di media sosial terkait sikap dan perilakunya di dunia kerja. Gen Z dinilai tidak memiliki tata krama, kurang disiplin, bermental lembek, dan dianggap tidak bisa bekerja. Tentu buat kamu yang termasuk Gen Z, persepsi ini akan merugikan. Oleh sebab itu, kamu butuh strategi personal branding untuk membangun persepsi positif yaitu you (tunjukkan siapa kamu), promise (tepati janjimu), dan relationship (perluas relasi).
Expectations. Setelah membaca artikel ini kamu akan dapat menerapkan strategi personal branding di dunia kerja agar tidak dicap manja.
Akhir-akhir ini Gen Z cukup viral di Twitter terkait sikap dan perilakunya di dunia kerja. Banyak cuitan yang mengungkapkan bahwa Gen Z memang berbeda, diberi gaji yang pantas, namun tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Tidak sedikit para warganet juga berkomentar tentang attitude Gen Z yang dinilai tidak memiliki tata krama dan dianggap tidak bisa bekerja.
Beberapa waktu lalu juga banyak video yang beredar di media sosial terkait reaksi Gen Z jika dihadapkan suatu masalah. Dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya, Gen Z dianggap lebih sensitif, manja, dan bermental lemah.
“Si paling healing, dikit-dikit mental health.”
Namun, perlu diingat bahwa setiap generasi pasti memiliki karakteristik tersendiri. Begitu pula Gen Z yang berbeda dari generasi sebelumnya baik milenial maupun baby boomers.
“Gen Z Emang Beda”, Kenapa?
Wait, emang siapa aja sih Gen Z itu?
Menurut teori generasi Graeme Codrington & Sue Grant-Marshall, Penguin 2004, Gen Z adalah generasi yang lahir dari tahun 1995 hingga 2010. Sebagai generasi yang tumbuh di era pesatnya perkembangan teknologi, Gen Z memiliki pilihan, perspektif, dan harapan kerja yang berbeda dengan generasi sebelumnya.
Mengutip dari Pew Research, Gen Z mempertimbangkan beberapa hal dalam memilih pekerjaan diantaranya seperti environmental & social issues matters, mental health, career development, dan flexibility (bekerja dengan sistem remote atau hybrid).
Hal ini senada dengan karakter Gen Z yang terbuka dengan keberagaman, bersifat global, serta mampu memberikan pengaruh terhadap budaya dan perilaku masyarakat. Dalam segala aspek kehidupannya, Gen Z mampu memanfaatkan teknologi dengan adaptif. Inilah keunggulan Gen Z sebagai digital natives dibanding dengan generasi sebelumnya.
Di sisi lain terlepas dari keunggulan tersebut, stereotip negatif masih melekat pada Gen Z di dunia kerja. Seperti dinilai sulit disiplin, kurang sabar dan toleransi akan tekanan pekerjaan, ketergantungan dengan teknologi, dan dikenal sebagai sosok “si kutu loncat”.
Lantas, apakah semua Gen Z memiliki tabiat yang sama di dunia kerja? Apakah stereotip tersebut benar-benar mencerminkan kepribadian Gen Z saat ini?
Jawabannya adalah tentu tidak. Masih banyak Gen Z yang bekerja secara profesional layaknya seorang karyawan atau pekerja lainnya. Bagi kamu Gen Z yang tidak memiliki kepribadian tersebut, tentu stereotip ini merugikan. Sebab mentalitas Gen Z akan dipandang sebelah mata.
Oleh sebab itu, untuk mengubah persepsi dan stereotip negatif tersebut, Gen Z perlu membangun personal branding. Apa itu personal branding? Kenapa itu penting di dunia kerja khususnya bagi Gen Z yang memiliki image buruk?
Si Paling Healing Butuh Personal Branding
Personal branding adalah proses membentuk persepsi positif publik atau orang lain terhadap aspek diri seperti kepribadian, kemampuan, atau nilai-nilai tertentu. Personal branding berkaitan erat dengan persepsi orang lain yang kamu bentuk terhadap dirimu sendiri dan apa yang ingin kamu tawarkan kepada mereka.
Personal branding akan menampilkan otentisitas atau keunikan diri sehingga membedakan kamu dari orang lain.
“Citra diri yang positif di dunia kerja akan membantu kamu mendapatkan peluang baru dan kepercayaan dari orang lain.”
Oleh sebab itu, personal branding yang positif akan membantu Gen Z untuk mematahkan stereotip negatif di dunia kerja. Tentu untuk mematahkan hal tersebut, perlu adanya bukti nyata. Bukti nyata dari perubahan perilaku, keinginan atau komitmen, serta dedikasi kamu sebagai pekerja profesional.
Gimana Caranya? Ada 3 Strateginya
Berikut adalah strategi personal branding menurut ahli Montoya dan Vandehey (2008) yang bisa Gen Z terapkan.
1. You: Tunjukkan Siapa Kamu
Personal brand dibentuk dengan menunjukkan siapa diri kamu baik dari segi karakter, kemampuan, tampilan, maupun kekuatan. Seseorang yang mampu mengenal diri dengan baik akan dapat menggambarkan keunikan dirinya sebagai pembeda dari orang lain.
“Being authentic is a must.”
Menjadi otentik dan berbeda menjadi sebuah keharusan. Tunjukkan pembeda kamu dari bagaimana kamu bersikap, value yang dianut, pengalaman yang sudah dilakukan, serta tujuan atau visi misi hidup berkarier. Untuk menunjukkan representasi diri di dunia kerja ada beberapa cara seperti melalui CV, portofolio, dan online presence (media sosial Linkedin).
Walau sering dicap sebagai generasi manja, kamu bisa menunjukkan kemauan dan komitmen dengan pengalaman dan skill yang dimiliki. Misalnya dalam tahap interview rekrutmen, kamu bisa menceritakan pengalaman bagaimana kamu dapat menyelesaikan masalah dan menjadikan hal tersebut sebagai pembelajaran. Jika kamu memiliki kemampuan dalam bidang teknologi, tunjukkan bagaimana hal tersebut dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan.
Selain itu, ketika pengalaman kerja kamu dinilai seperti “kutu loncat”, kamu bisa menunjukkan sisi kamu yang eksploratif, mencari pengalaman dalam rangka meningkatkan skill baru. Dengan kata lain, jadikan stereotip negatif pada Gen Z sebagai bekal kamu untuk berbenah diri dengan mengambil hal-hal yang positif.
“Jika dianggap manja, tunjukkan sisi kemandirianmu.”
“Jika dinilai seperti kutu loncat, tunjukkan sisi eksploratif kamu.”
“Tunjukkan siapa diri kamu sebenarnya”
2. Promise: Tepati Janjimu
Personal brand merupakan sebuah janji atau tanggung jawab dari apa yang kamu representasikan. Jika kamu merepresentasikan dirimu sebagai generasi yang kreatif dan disiplin, buktikan dengan hasil dan proses dalam bekerja.
Misalnya kamu adalah Gen Z yang bekerja sebagai social media specialist. Sebagai pribadi yang kreatif kamu dapat menunjukkannya melalui hasil ide pemikiran unik dalam pembuatan konten. Sedangkan sisi kedisiplinan dapat kamu tunjukkan dengan datang meeting tepat waktu, mengumpulkan projek sesuai dengan deadline, dan lain sebagainya.
Tentu untuk membangun persepsi dan kepercayaan orang lain terhadap profesionalitas kamu dalam bekerja membutuhkan proses.
“Consistency is the key.”
Dengan menjaga konsistensi, kamu akan dikenal sebagai sosok pribadi sesuai dengan persepsi dan citra diri yang telah kamu bangun.
3. Relationship: Perluas Relasi
Personal branding yang baik akan menciptakan relasi yang baik. Sebagai pekerja profesional yang telah membuktikan kinerja, kemampuan, dan personality, maka penting bagi kamu untuk memperluas relasi.
Semakin banyak relasi yang kamu miliki baik dari rekan kerja, klien, maupun atasan, semakin banyak pula feedback yang kamu dapat. Feedback tersebut bisa dalam bentuk kritik, saran, maupun rekomendasi untuk kamu berbenah dan mengembangkan diri.
Misalnya jika kamu memiliki relasi yang baik dengan atasan di tempat kerja terdahulu, kamu akan mendapatkan rekomendasi untuk bekerja di tempat baru. Rekomendasi orang lain juga menjadi salah satu bukti kuat bahwa kamu memang sosok yang profesional dalam bekerja.
Show Yourself First!
Intinya sebagai Gen Z, untuk mengubah persepsi dan stereotip negatif kamu harus mampu menunjukkan siapa diri kamu sebenarnya. Satu kesalahan seseorang, tentu tidak dapat merepresentasikan siapa kamu sebenarnya walau sesama satu generasi.
Oleh sebab itu, jangan jadikan stereotip negatif tersebut sebagai identitasmu. Penting buat kamu untuk mengenal kelebihan dan kekuatan yang bisa jadi belum kamu sadari sebelumnya. Dengan psikotes online seperti Dreamtalent, kamu akan mengetahui kekuatan diri sebagai bekal membangun personal branding. Kamu sebagai Gen Z juga dapat mematahkan asumsi negatif di dunia kerja.